BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air adalah
substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air
tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu
atom oksigen. Air bersifat
tidak berwarna tidak berasa dan tidak berbau pada
kondisi standar, yaitu pada tekanan 100
kPa (1 bar) and temperatur 273,15
K (0 °C). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang
penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya,
seperti gara-garam, asam, gula dan beberapa
jenis gas dan
banyak macam molekul organik.
Keadaan air
yang berbentuk cair merupakan suatu keadaan yang tidak umum dalam kondisi
normal, terlebih lagi dengan memperhatikan hubungan antara hidrida-hidrida lain
yang mirip dalam kolom oksigen pada tabel periodik yang
mengisyaratkan bahwa air seharusnya berbentuk gas, sebagaimana hidrogen sulfida. Dengan
memperhatikan tabel periodik, terlihat
bahwa unsur-unsur yang
mengelilingi oksigen adalah nitrogen, flor, fosfor, sulfur dan klor. Semua
elemen-elemen ini apabila berikatan dengan hidrogen akan menghasilkan gas pada
temperatur dan tekanan normal. Alasan mengapa hidrogen berikatan dengan oksigen
membentuk fase berkeadaan cair, adalah karena oksigen lebih bersifat
elektronegatif ketimbang elemen-elemen lain tersebut (kecuali flor).
Air sering disebut sebagai pelarut universal karena
air melarutkan banyak zat kimia. Air berada dalam kesetimbangan dinamis antara
fase cair dan padat di
bawah tekanan dan temperatur standar. Dalam bentuk ion, air dapat
dideskripsikan sebagai sebuah ion hidrogen (OH+) yang
berasosiasi (berikatan) dengan sebuah ion hidroksida (OH-).
Air dalam bahan
pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen di samping ikut sebagai
bahan pereaksi, sedangkan bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air
terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan atau
pengeringan, sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut.
Sebenarnya air dapat terikat secara fisik, yaitu ikatan menurut sistem kapiler
dan air terikat secara kimia, antara lain air kristal dan air yang terikat
dalam sistem dispersi (Purnomo,1995).
Berdasarkan uraian tersebut, tentunya sifat air yang khas
menjadi suatu daya tarik tersendiri untuk mempelajari lebih dalam. Terutama
pada pengamatan aktivitas air dan kadar air yang terkandung pada bahan pangan
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana aktivitas air dalam bidang pangan ?
2. Apa yang dimaksud dengan kadar air ?
3. Apa pengaruh kadar air terhadap kualitas bahan pangan ?
4. Bagaimana cara penentuan kadar air pada bahan pangan dan
produk pangan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana aktivitas air dalam bidaang
pangan secara keseluruhan.
2. Untuk mengetahui peran aktivitas air terhadap kualitas
bahan pangan.
3. Dapat menganalisis suatu kadar air yang terdapat pada
bahan pangan dan produk pangan.
4. Dapat menentukan kadar air yang terkandung dengan
beberapa metode penentuan kadar air.
5. Dapat menganalisis kualitas bahan atau produk pangan
dengan penentuan kadar air.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kadar Air
a. Pengertian Kadar Air
Kadar air adalah sejumlah air yang terkandung
dalam suatu bahan atau benda.
b. Kadar Air dalam Bahan Pangan
Kadar air adalah perbedaan berat bahan sebelum dan
sesudah dilakukan pemanasan. Setiap bahan bila diletakan dalam udara terbuka
kadar airnya akan mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara disekitarnya.
Kadar air ini disebut kadar air seimbang. Setiap kelembaban tertentu akan
menghasilkan kadar air seimbang tertentu pula.
Hubungan
antara kadar air seimbang dengan kelembaban relative
Aw = ERH/100
Aw = Aktivitas Air
ERH =
Kelembaban Relative
Bila diketahui kurva hubungan antara kadar air
seimbang dengan kelembaban relatif pada hakikatnya dapat menggambarkan pula
hubungan antara kadar air dan aktivitas air. Kurva sering disebut kurva Isoterm
Sorpsi Lembab (ISL). Setiap bahan mempunyai ISL yang berbeda dengan bahan
lainnya. Pada kurva tersebut dapat diketahui bahwa kadar air yang sama belum
tentu memberikan Aw yang sama tergantung macam bahannya. Pada kadar air yang
tinggi belum tentu memberikan Aw yang tinggi bila bahannya berbeda. Hal ini
dikarenakan mungkin bahan yang satu disusun oleh bahan yang dapat mengikat air
sehingga air bebas relatif menjadi lebih kecil dan akibatnya bahan jenis ini
mempunyai Aw yang rendah (Wulanriky,2011).
Kurva
Isoterm Sorpsi Lembab (ISL)
Nilai Aw suatu bahan atau produk pangan dinyatakan
dalam skala 0 sampai 1. Nilai 0 berarti dalam makanan tersebut tidak terdapat
air bebas, sedangkan nilai 1 menunjukkan bahwa bahan pangan tersebut hanya
terdiri dari air murni. Kapang, khamir, dan bakteri ternyata memerlukan nilai
Aw yang paling tinggi untuk pertumbuhannya. Niai Aw terendah dimana bakteri
dapat hidup adalah 0,86. Bakteri-bakteri yang bersifat halofilik atau dapat
tumbuh pada kadar garam tinggi dapat hidup pada nilai Aw yang lebih rendah
yaitu 0,75. Sebagian besar makanan segar mempunyai nilai Aw = 0,99. Pada produk
pangan tertentu supaya lebih awet biasa dilakukan penurunan nilai Aw. Cara
menurunkan nilai Aw antara lain dengan menambahkan suatu senyawa yang dapat
mengikat air ( Ahmadi & Estiasih,2009)
Kandungan air dalam bahan makanan
mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan
Aw yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai Aw minimum agar dapat tumbuh
dengan baik, misalnya bakteri Aw : 0,90 ; khamir Aw : 0,80-0,90 ; kapang Aw :
0,60-0,70. Untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan
harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Umumnya
dilakukan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering buatan
(Winarno,1992).
Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya
tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan Aw yaitu jumlah
air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya.
Tabel 1. Kandungan Air Beberapa Komoditi Bahan
Komoditi
Bahan
|
Air
|
Bahan
|
Air
|
Tomat*
|
94%
|
Selada (Lactuca sativa) ***
|
95%
|
Semangka*
|
93%
|
Kubis***
|
92%
|
Kol*
|
92%
|
Jeruk***
|
87%
|
Nenas**
|
85%
|
Biji Kopi, Panggang***
|
5%
|
Kacang hijau*
|
90%
|
Kentang***
|
78%
|
Susu sapi**
|
88%
|
Pisang***
|
75%
|
Ikan teri kering**
|
38%
|
Ayam***
|
70%
|
Daging sapi*
|
66%
|
Keju***
|
37%
|
Roti*
|
36%
|
Selai***
|
28%
|
Buah kering*
|
28%
|
Madu***
|
20%
|
Susu bubuk**
|
14%
|
Mentega dan Margarin***
|
16%
|
Tepung terigu**
|
12%
|
Beras***
|
12%
|
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability,
kesegaran dan keawetan bahan makanan tersebut. Sebagian besar dari
perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam media air yang ditambahkan atau
yang berasal dari bahan makanan itu sendiri. Adanya air mempengaruhi
kemerosotan mutu makanan secara kimia dan mikrobiologi. Pengeringan ataupun
pembekuan air penting pada beberapa pengawetan makanan.
Semua bahan makanan mengandung
air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun
nabati. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme,
sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan boiopolimer, dan sebagainya.
Bahan pangan kita baik yang
berupa buah, sayuran, daging, maupun susu, telah banyak berjasa dalam memenuhi
kebutuhan air manusia. Buah mentah yang menjadi matang selalu bertambah
kandungan airnya, misalnya calon buah apel yang hanya mengandung 10% air akan
dapat menghasilkan buah apel yang kadar airnya 80%, nenas mempunyai kadar
air 87% dan tomat 95%. Buah yang paling banyak kandungan airnya adalah semangka
dengan kadar air 97%.
Jenis
Bahan Pangan
|
KA
(%)
|
Jenis
Bahan Pangan
|
KA
(%)
|
Tomat
|
94
|
Ikan
Kering
|
38
|
Semangka
|
93
|
Daging
Sapi
|
66
|
Kol
|
92
|
Roti
|
36
|
Nanas
/ Nenas
|
85
|
Buah
kering
|
28
|
Kacang
Hijau
|
90
|
Susu
Bubuk
|
4
|
Susu
Sapi
|
88
|
Tepung
Terigu
|
12
|
Source: F.G. Winarno (1977)
Seperti yang bisa dilihat dari
tabel (table) diatas, jika dilihat dari bentuk fisik, seharusnya kadar air
nenas harusnya lebih tinggi dari kol, namun pada kenyataanya, kadar air Kol
lebih tinggi dari nenas bahkan dari susu sapi yang bentuk fisiknya adalah cair.
Karena itu untuk mengetahui kandungan air suatu bahan perlu dilakukan suatu
analisa yang nantinya bukan hanya menentukan jumlah kandungan air tetapi juga
berfungsi untuk mengetahui tipe air dari bahan pangan tersebut.
Bila
badan manusia hidup dianalisis komposisi kimianya, maka akan diketahui bahwa
kandungan airnya rata-rata 65% atau sekitar 47 liter per orang dewasa. Setiap
hari sekitar 2,5 liter harus diganti dengan air yang baru. Diperkirakan dari
sejumlah air yang harus diganti tersebut 1,5 liter berasal dari air minum dan
sekitar 1,0 liter berasal dari bahan makanan yang dikomsumsi. Dalam keadaan
kesulitan bahan pangan dan air, manusia mungkin dapat tahan hidup tanpa makanan
selama lebih dari 2 bulan, tetapi tanpa minum akan meninggal dunia dalam waktu
kurang dari satu minggu.
B. Aktivitas Air
Air merupakan pelarut yang kuat,
melarutkan banyak jenis zat kimia. Zat-zat yang bercampur dan larut dengan baik
dengan air (misalnya garam-garam) disebut sebagai zat-zat “Hidrofilik”(pencinta
air), dan zat-zat yang tidak mudah tercampur dalam air (misalnya minyak dan
lemak), disebut sebagai zat “hidrofobik” (takut-air). Kelarutan suatu zat dalam
air ditentukan oleh dapat tidaknya zat tersebut menandingi kekuatan gaya
tarik-menarik listrik (gaya intermolekul dipol-dipol) antara molekul-molekul
air. Jika suatu zat tidak dapat menandingi gaya tarik-menarik antar molekul
air, molekul-molekul zat tersebut tidak larut dan akan mengendap dalam air.
Meskipun sering diabaikan, air merupakan salah satu
unsur penting dalam makanan. Air sendiri meskipun bukan merupakan sumber
nutrien seperti bahan makanan lain, namun sangat esensial dalam kelangsungan
proses biokimia organisme hidup. Salah satu pertimbangan penting dalam
penentuan lokasi pabrik pengolahan bahan makanan adalah adanya sumber air yang
secara kualitatif memenuhi syarat. Dalam pabrik pengolahan pangan, air
diperlukan untuk berbagai keperluan misalnya : pencucian, pengupasan umbi atau
buah, penentuan kualitas bahan (tenggelam atau mengambang), bahan baku proses,
medium pemanasan atau pendinginan, pembentukan uap, sterilisasi, melarutkan dan
mencuci bahan sisa.
Air menempel pada sesamanya (kohesi)
karena air bersifat polar. Air memiliki sejumlah muatan parsial negatif dekat
atom oksigen akitan pasangan elektron yang (hampir) tidak digunakan bersama,
dan sejumlah muatan parsial positif dekat atom oksigen. Dalam air hal ini
terjadi karena atom oksigen besifat lebih elektronegatif dibandingkan atom
hidrogen, yang berarti, ia (atom oksigen) memiliki lebih “kekuatan tarik” pada
elektron-elektron yang dimiliki bersama dalam molekul, menarik
elektron-elektron lebih dekat ke arahnya (juga berarti menarik muatan negatif
elektron-elektron tersebut) dan membuat daerah disekitar atom oksigen bermuatan
lebih negatif ketimbang daerah-daerah di sekitar kedua atom hidrogen. Air
memiliki pula sifat adhesi yang tinggi disebabkan oleh sifat alami
kepolarannya.
Air memiliki tegangan permukaan yang besar yang
disebabkan oleh kuatnya sifat kohesi antar molekul-molekul air. Hal ini dapat
diamati saat sejumlah kecil air ditempatkan dalam sebuah permukaan yang tak
dapat terbasahi atau terlarutkan (non-soluble), air tersebut akan berkumpul
sebagai sebuah tetesan. Didalam sebuah permukaan gelas yang amat bersih atau
berpermukaan amat halus air dapat membentuk suatu lapisan tipis (thin film)
karena gaya molekular antara gelas dan molekul air (gaya adhesi) lebih kuat
ketimbang gaya kohesi antar molekul air.
Dalam sel-sel biologi dan
organel-organel, air bersentuhan dengan membran dan permukaan protein yang
bersifat hidrofilik, yaitu: permukaan-permukaan yang memiliki ketertarikan kuat
terhadap air.
Setiap bahan jika diletakkan dalam udara terbuka
kadar airnya akan mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara disekitarnya.
Setiap kelembaban relatif tertentu dapat menghasilkan kadar air seimbangan
tertentu pula. Dengan demikian dapat dibuat hubungan antara kadar air seimbang
dengan kelembaban relatif.
Air
dalam suatu bahan makanan terdapat dalam berbagai bentuk :
i.
Air bebas, air ini
terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter-granular dan pori-pori yang
terdapat pada bahan.
ii.
Air yang terikat secara
lemah, air ini teradsorbsi pada pemukaan kolloid makromolekuler seperti
protein, pektin pati, sellulosa. Selain itu air juga terdispersi diantara
kolloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada dalam sel. Air yang ada
dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air bebas dan dapat dikristalkan
pada proses pembekuan. Ikatan antara air bebas dengan kolloid tersebut
merupakan ikatan hidrogen.
iii.
Air dalam keadaan
terikat kuat, air ini membentuk hidrat. Ikatannya bersifat ionik sehingga relatif
sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak membeku meskipun pada 0ºF.
Air
yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses kerusakan
bahan makanan misalnya proses mikrobilogis, kimiawi, ensimatik, bahkan oleh
aktivitas serangga perusak (Sudarmadji,2003).
Aktivitas Air atau Aw adalah
perbandingan antara tekanan uap larutan dengan tekanan uap air solven murni
pada temperatur yang sam. Aktivitas air paling umum digunakan sebagai kriteria
untuk keamanan pangan dan kualitas pangan.
Aktivitas air (Aw) menunjukan jumlah air
bebas didalam pangan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya.
Secara sedrhana Aw adalah ukuran dari status energi air dalam suatu sistem. Air
murni memiliki Aw 0,1 dan bahan makanan yang sepenuhnya terdehidrasi memiliki
Aw = 0. Hubungan aktivitas air dengan stabilitas pangan diantaranya adalah,
aktivitas air bahan pangan berkaitan dengan stabilitas, reaksi kimia kerusakan
bahan pangan tertentu terjadi pada tingkat Aw tertentu, serta kebutuhan mikroba
akan air dinyatakan dengan istilah Aw (Water Activity).
Istilah kadar air dan aktivitas air
adalah dua hal yang berbeda. Kadar air lebih mengarah pada seberapa banyak air
yang terkandung dalam produk pangan, sedangkan Aw lebih pada seberapa banyak
air yang dapat digunakan untuk aktivitas pertumbuhan mikroba pada pangan
tersebut.
Aktivitas Air (water activity) merupakan
parameter yang lebih tepat untuk mengukur aktivitas mikroba pada bahan pangan.
Untuk meramalkan populasi mikroba yang berperan dalam kerusahan bahan pangan
sehingga tipe dan bentuk kerusakan yang terjadi diketahui. Selain itu Aw dapat
digunakan sebagai indikator dalam usaha pengawetan bahan pangan.
Bila diketahui kurva hubungan anatara kadar air
seimbang dengan kelembaban relatif pada hakikatnya dapat menggambarkan pula
hubungan anatar kadar air dan aktivitas air. Kurva ini sering disebut kurva
Isoterm Sorpsi Lembab (ISL). Setiap bahan mempunyai ISL yang berbeda dengan
bahan lainnya. Pada kurva tersebut dapat diketahui bahwa kadar air yang sama
belum tentu memberikan Aw yang sama tergantung macam bahannya. Pada kadar air
yang tinggi belum tentu memberikan Aw yang tinggi bila bahannya berbeda. Hal
ini dikarenakan mungkin bahan yang satu disusun oleh bahan yang dapat mengikat
air sehingga air bebas relatif menjadi lebih kecil dan akibatnya bahan jenis
ini mempunyai Aw yang rendah.
C. Penentuan Kadar Air
Penentuan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara.
tergantung pada sifat bahan pangan itu sendiri. Penentuan ini terkadang tidak
mudah dilakukan karena terdapat bahan yang mudah menguap pada beberapa jenis
bahan pangan, dan adanya air yang terurai pada bahan pangan, serta oksidasi
lemak pada bahan pangan tersebut. Faktor lain yang mempengaruhi penentuan kadar
air yang tepat yaitu air yang ada dalam bahan pangan terikat secara fisik dan
ada yang secara kimia.
Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan
bahan dalam oven pada suhu 105-110ºC selama 3 jam atau sampai didapat berat
yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya
air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, dilakukan
pemanasan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Seperti bahan bekadar
gula tinggi, minyak daging, kecap, dan lain-lain. kadang-kadang pengeringan
dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam eksikator dengan H2SO4 pekat
sebagai pengering, sehingga mencapai berat yang konstan.
Untuk bahan dengan kadar gula tinggi, kadar airnya dapat diukur
dengan menggunakan refraktometer disamping menentukan padatan terlarutnya pula.
Dalam hal ini, air dan gula dianggap sebagai komponen-komponen yang
mempengaruhi indeks refraksi.
Disamping cara-cara fisik, ada pula cara-cara kimia untuk
menentukan kadar air. Mc Neil mengukur kadar air berdasarkan volume gas
asetilen yang dihasilkan dari reaksi kalsium karbida dengan bahan yang akan
diperiksa. cara ini dipergunakan untuk bahan-bahan seperti sabun, tepung,
kulit, bubuk biji panili, mentega, dan sari buah. Karl Fischer pada tahun 1935
menggunakan cara pengeringan berdasarkan reaksi kimia air dari titrasi langsung
dari bahan basah dengan larutan iodine, sulfur, dioksida, dan piridina dalam
methanol. Perubahan warna menunjukkan titik akhir titrasi (Winarno.1992).
Kadar
air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan beragai cara antara lain :
1.
Metode Pengeringan
2.
Metode Destilasi
3.
Metode Kimiawi
4.
Metode Fisis
5.
Metode Fisikawi
1. Penentuan Kadar Air Cara Pengeringan
Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan
pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air
sudah diuapkan. Cara ini relatif mudah dan murah.
1) Kadar air basis basah (wet basis)
Kawb = massa air/massa bahan basah = ma/mp+ma ×100 %
Dimana: i. ma
< (mp + ma) minimal ma = 0
ii. kisaran KA wb akan berkisa dari minimal
0 sampai maksimal 1
(atau
dalam persen dari 0% sampai 100%)
2) Kadar air basis kering (dry basis)
Kadb = Kawb/1-Kawb × 100 %
Dimana : i. minimal ma = 0 ma > mp
ii. kisaran
KA db akan berkisar dari minimal 0 sampai tak terbatas
3) Hubungan Kawb dengan Kadb
Kadb = Kawb/1-Kawb × 100 %
Kawb = Kadb/1+Kadb × 100 %
Akurasi penentuan KA
dipengaruhi oleh :
1)
Suhu dan RH ruang kerja
2)
Suhu ruang oven
3)
Tekanan udara pada oven pengering
4)
Konstruksi oven, tersedianya exhust fun
5)
Ukuran partikel sampel
6)
Struktur partikel bahan
7)
Bentuk botol timbang (rasio diameter : tinggi)
Kelemahan cara ini adalah :
a. Bahan lain disamping air juga
ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya alkohol, asam
asetat, minyak atsiri dan lain-lain.mp+ma
b.
Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau
zat mudah menguap. Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak
mengalami oksidasi.
c. Bahan yang dapat mengikat air
secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan.
Untuk mempercepat penguapan air
serta menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun
reaksi yang lain karena pemanasan. Maka dapat dilakukan dengan suhu rendah dan
tekanan vakum. Dengan demikian akan diperoleh hasil yang lebih mencerminkan
kadar air yang sebenarnya (Sudarmadji.2003).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengeringan
Dalam pengeringan pangan
umumnya diinginkan kecepatan pengeringan yang maksimum. Berbagai cara dilakukan
untuk mempercepat pindah panas dan pindah massa selama proses pengeringan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pindah panas dan massa tersebut adalah
:
a.
Luas pengeringan
Luas permukaan yang tinggi menyebabkan air
lebih mudah berdifusi atau menguap sehingga kecepatan penguapan lebih cepat dan
bahan lebih cepat kering. Ukuran yang kecil menyebabkan penurunan jarak yang
harus ditempuh oleh panas.
b.
Suhu
Semakin tinggi suhu udara, semakin banyak
uap air yang dapat ditampung oleh udara tersebut sebelum terjadi kejenuhan.
Dapat disimpulkan bahwa udara bersuhu tinggi lebih cepat mengambil air dari
bahan pangan sehingga proses pengeringan lebih cepat.
c.
Kecepatan pergerakan udara
Semakin cepat pergerakan/sirkulasi udara,
proses pengeringan akan semakin cepat. Udara yang beregerak akan lebih cepat
mengambil uap air dibandingkan udara diam. Pada proses pegerakan udara, uap air
dari bahan akan diambil dan terjadi mobilitas yang menyebabkan udara tidak
pernah mencapai titik jenuh.
d.
Kelembaban udara
Apabila udara digunakan sebagai medium
pengering atau bahan pangan dikeringkan di udara, semakin kering udara tersebut
(kelembaban semakin rendah) kecepatan pengeringan semakin tinggi.
e.
Tekanan atmosfer
Pada tekanan udara 1 atm (760 cmHg) air
mendidih pada suhu 100ºC diketinggian 0 m dari permukaan laut. Jika tekanan
udara lebih rendah dari 1 atm, air lebih cepat mendidih dan titik didih lebih
rendah dari 100ºC. Jika pengeringan bahan pangan dilakukan pada suhu konstan
dan tekanan diturunkan, maka kecepatan penguapan akan lebih tinggi
f.
Penguapan air
Penguapan atau evaporasi merupakan proses
penghilangan air dari bahan pangan yang dikeringkan sampai diperoleh produk kering
yang stabil. Pada proses penguapan air dari permukaan bahan, terjadi proses
pengambilan energi dari bahan menjadi dingin. Penguapan yang terjadi selama
pengeringan tidak menghilangkan semua air yang terdapat dalam bahan pangan.
g.
Lama pengeringan
Pengeringan dengan suhu yang tinggi dan
waktu yang pendek dapat lebih menekan kerusakan bahan pangan dibandingakan
dengan pengeringan yang lebih lama dan suhu rendah (Ahmadi &
Estiasih,2009).
2. Penentuan Kadar Air Cara Destilasi
Prinsip penentuan kadar air
dengan destilasi adalah menguapkan air dengan “pembawa” cairan kimia yang
mempunyai titik didih lebih tinggi dari pada air dan tidak dapat bercampur
dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah dari pada air. Zat kimia yang
dapat digunakan antara lain : toluen, xylen, benzen, tetrakhlorethilen dan
xylol.
Cara penentuannya adalah dengan
memberikan zat kimia sebanyak 75-100 ml pada sampel yang diberikan mengandung
air sebanyak 2-5 ml kemudian dipanaskan sampai mendidih. Uap air dan zat kimia
tersebut diembunkan dan ditampung dalam tabung penampung. Karena berat jenis
air lebih besar daripada zat kimia tersebut maka air akan berada dibagian bawah
pada tabung penampung. Bila pada tabung penampung dilengkapi skala maka banyaknya
dapat diketahui. Cara destilasi ini baik untuk menentukan kadar air dalam zat
yang kandungan airnya kecil yang sulit ditentukan dengan cara gravimetri.
Penetuan kadar air ini hanya memerlukan waktu ± 1 jam (Sudarmadji,2003).
3. Metode Kimiawi
Ada beberapa cara penentuan kadar air dalam bahan secara kimiawi
yaitu antara lain :
a.
Cara Titrasi Karl Fischer
(1935)
Cara ini adalah dengan
menitrasi sampel dengan larutan iodine dalam metanol. Reagen lain yang
digunakan dalam titrasi ini adalah sulfur dioksida dan piridin. Metanol dan
piridin digunakan untuk melarutkan yodin dan sulfur dioksida agar reaksi dengan
air menjadi lebih baik. Selain itu piridin dan methanol akan mengikat asam
sulfat yang terbentuk sehingga akhir titrasi dapat lebih jelas dan tepat.
Selama masih ada air dalam bahan, iodin akan bereaksi tetapi begitu air habis,
maka iodin akan bebas. Titrasi dihentikan pada saat timbul warna iodine bebas.
Untuk memperjelas pewarnaan maka dapat ditambahkan metilen biru dan akhir
titrasi akan memberikan warna hijau. I2 dengan mtilen biru akan berubah
warnanya menjadi hijau.
Cara titrasi ini telah berhasil
dipakai untuk penentuan kadar air dalam alkohol, ester-ester, senyawa lipida,
lilin, pati, tepung gula, madu, dan bahan makanan yang dikeringkan. Cara ini
banyak dipakai karena memberikan harga yang tepat dan dikerjakan cepat. Tingkat
ketelitiannya lebih kurang 0,5 mg dan dapat ditingkatkan lagi dengan sistem
elektroda yaitu dapat mencapai 0,2 mg (Sudarmadji,2003).
b. Cara Kalsium Karbid
Cara ini berdasarkan reaksi
antara kalsium karbid dan air menghasilkan gas asetilin. Cara ini sangat cepat
dan tidak memerlukan alat yang rumit. Jumlah asetilin yang terbentuk dapat
diukur dengan berbagai cara.
i.
Menimbang campuran bahan dan karbid sebelum dan sesudah reaksi ini
selesai. Kehilangan bobotnya merupakan berat asetilin.
ii.
Mengumpulkan gas asetilin yang terbentuk dalam ruangan tertutup
dan mengukur volumenya.
iii.
Dengan volume yang diperoleh tersebut dapat diketahui banyaknya
asetilin dan kemudian dapat diketahui kadar air bahan.
iv.
Dengan mengukur tekanan gas asetilin yang terbentuk jika reaksi
dikerjakan dalam ruang tertutup. Dengan mengetahui tekanan dan volme asetilin
dapat diketahui banyaknya dan kemudian dapat diketahui kadar air bahan.
v.
Dengan menangkap gas asetilin dengan larutan tembaga sehingga
dihasilkan tembaga asetilin yang dapat ditentukan secara gravimetri atau
volumetri atau secara kolorimetri. Ketelitiannya tergantung pada pencampuran
atau interaksi karbid dengan bahan. Penentuan kadar air cara ini dapat
dikerjakan sangat singkat yaitu sekitar 10 menit (Sudarmadji,2003).
c.
Cara Asetil Khlorida
Penentuan kadar air cara ini
berdasarkan reaksi asetil khlorida dan air menghasilkan asam yang dapat
dititrasi menggunakan basa. Asetil khlorida yang digunakan dilarutkan dalam
toluol dan bahan didispersikan dalam piridin.
4. Metode Fisis
Ada beberapa cara penentuan kadar air cara secara fisis ini antara
lain:
a.
Berdasarkan tetapan dieletrikum
b.
Berdasarkan konduktivitas listrik (daya hantar listrik) atau
resistensi
c.
Berdasarkan resonansi nuklir magnetic (NMR = Nuclear Magneti Resonance)
resonansi magnetic nuklir adalah fenomena fisik dimana inti dalam medan magnet
menyerap dan memancarkan kembali radiasi elektromagnetik. Hal ini berguna untuk
menemukan informasi kimia dan struktural tentang molekul organik, mengetahui
informasi mengenai struktur suatu senyawa organik (Sudarmadji,2003).
d.
Metode khusus misalnya
dengan kromatografi, Nuclear Magnetic-Resonance.
Mekanisme
kromatografi di dasarkan pada prinsip perbedaan polaritas, misalnya akan
diurutkan atau dipisahkan komponen kimia dari yang paling polar sampai yang
paling kurang polar.
5. Metode Fisikawi
Ada tiga metode yaitu :
a.
Metode Densimetri
Ditentukan
dengan pilanometer/ hidrometer.
Merupakan
uji rutin yang paling sering dipakai guna menetapkan padatan kering dalam susu,
larutan gula (termasuk sari buah dan sirup), produk buahan, beverage, larutan
garam (pada industri pickle)
b.
Metode Refraktometer
Pengukuran
indeks refraksi merupakan cara yang cepat dan reproducible untuk menetapkan
kandungan padatan pada larutan sukrosa, sirup jagung, madu, sari buah, jam dan
jelly.
c.
Metode Polarimetri
Digunakan
secara luas untuk menetapkan konsentrasi larutan gula . polarimetri adalah
suatu metoda analisa yang berdasarkan pada pengukuran daya putaran optis dari
suatu larutan. Daya putaran optis adalah kemampuan suatu zat untuk memutar
bidang getar sinar terpolarisir. Sinar terpolarisir adalah suatu sinaryanggtar
dan arah tersebut tegak lurus terhadap arah rambatannya. mempunyai satu arah bidang putar.
Metode
Densimetri, Refraktometri dan Polarimetri ->
perlu disiapkan kurva kalibrasi untuk mengkorelasikan ‘soluble solid’ dengan
parameter fisik yang dipilih.
perlu untuk mencari petunjuk
BalasHapusAdakah prinsip kerja metode kalsium klorida?
BalasHapus