Oleh
: Faris Jaisyul Aziz, Muhammad Rijal, dan Haeruman
a. Definisi
Lembaga Dakwah Islam Indonesia
adalah aliran keagamaan yang memiliki 4 konsep yaitu :
1.
Imamah
2.
Bai’at
3.
Jama’ah
4.
Taat
Setiap anggota LDII wajib
mendengarkan ceramah dari gurunya saja, tidak boleh dari ulama lain yang bukan
anggota LDII.
b. Sejarah
dan Pendiri
(LDII) pertama kali berdiri pada 3 Januari 1972 di Surabaya, Jawa Timur dengan
nama Yayasan Lembaga Karyawan Islam (YAKARI).
Pada Musyawarah Besar (Mubes) tahun 1981 namanya diganti menjadi Lembaga
Karyawan Islam (LEMKARI), dan pada
Mubes tahun 1990, atas dasar Pidato Pengarahan Bapak Sudarmono, SH. Selaku
Wakil Presiden dan Bapak Jenderal Rudini sebagai Mendagri waktu itu, serta
masukan baik pada sidang-sidang komisi maupun sidang Paripurna dalam Musyawarah
Besar IV LEMKARI tahun 1990, selanjutnya perubahan nama tersebut ditetapkan
dalam keputusan, MUBES IV LEMKARI No. VI/MUBES-IV/ LEMKARI/1990, Pasal 3, yaitu
mengubah nama organisasi dari Lembaga Karyawan Dakwah Islam yang disingkat
LEMKARI yang sama dengan akronim LEMKARI (Lembaga Karate-Do Indonesia), diubah
menjadi Lembaga Dakwah Islam Indonesia, yang disingkat LDII.
Sampai tahun 1972 saja LDII
telah berhasil membangun mesjid sebanyak 1500 mesjid di 19 provinsi di
Indonesia, dan sekarang LDII telah mempunyai DPD di 26 provinsi.
Perkembangannya tidak hanya di Indonesia, LDII mempunyai ikatan dengan beberapa
Negara seperti Amerika, Australia, Jerman, Arab Saudi. Padahal pada awal
munculnya LDII itu secara lokalistik, yaitu di beberapa desa-desa yang ada di
Jawa Timur, namun sekarang bisa sampai ke luar Indonesia.
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) yang pada awal mula berdirinya
pada 3 Januari 1972 di
Surabaya, Jawa Timur bernama Yayasan Lembaga Karyawan Islam (YAKARI) yang
kemudian dirubah menjadi Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) didirikan oleh
- Drs. Nur Hasyim.
- Drs. Edi Masyadi.
- Drs. Bahroni Hertanto.
- Soetojo Wirjo Atmodjo BA.
- Wijono BA.
c. Pokok
Ajaran LDII
1.
Orang
islam yang diluar kelompok mereka adalah kafir dan najis
2.
Kalau
ada orang di luar kelompok mereka shalat di masjid mereka, maka bekasnya itu
harus dicuci, karena dianggap sudah terkena najis.
3.
Wajib
taat kepada imam mereka, walaupun menyuruh berbuat kerusakan
4.
Mati
ketika belum berbai’at kepada imam mereka maka mati dalam keadaan jahiliyah
5.
Al-Quran
dan hadis yang boleh di terima oleh mereka adalah yang di keluarkan oleh imam
mereka, jika tidak maka mereka tidak akan menerima
6.
Haram
mengkaji al-quran dan hadis kecuali kepada imam mereka
7.
Harus
rajin membayar infak, sodaqah dan zakat kepada imam mereka
8.
Harta
benda yang dimiliki diluar kelompok mereka halal untuk di ambil, dengan cara
apapun.
9.
Harta
yang sudah di infakan kepada imam mereka haram ditanyakan kembali
10.
Dosa
bisa di tebus dengan harta, dengan cara membeyar kepada imam mereka
11.
Haram
membagikan daging kurban/zakat kepada orang di luar kelompok mereka
12.
Haram
solat di belakang imam yang bukan dari kelompok mereka
13.
Haram
nikah dengan yang bukan kelompok mereka
14.
Perempuan
LDII kalau mau bertamu kepada yang bukan kelompok mereka hanya ketika haid
saja, karena pada saat haid badan dalam keadaan kotor
15.
Kalau
ada orang islam diluar kelompok mereka, maka bekas duduknya itu dicuci karena
dianggap terkena najis
d. Metode
Pengajaran LDII
LDII
menggunakan metode pengajian tradisional, yaitu guru-guru yang berasal dari
beberapa alumni pondok pesantren kenamaan, seperti: Pondok Pesantren Gontor di
Ponorogo, Tebu Ireng di Jombang, Kebarongan di Banyuwangi, Langitan di Tuban,
dll. Mereka bersama-sama mempelajari ataupun bermusyawaroh beberapa waktu
terlebih dahulu sebelum menyampaikan pelajaran dari Alquran dan Hadis kepada
para jama’ah pengajian rutin atau kepada para santriwan dan santriwati di
pondok-pondok LDII, untuk menjaga supaya tidak terjadi kekeliruan dalam
memberikan penjelasan tentang pemahaman Alquran dan Hadis. Kemudian guru
mengajar murid secara langsung ( manquul ) baik bacaan, makna (diterjemahkan
secara harfiyah), dan keterangan, dan untuk bacaan Alquran memakai ketentuan
tajwid.
Apakah yang
Dimaksud dengan “Manquul?” “Manquul” berasal dari bahasa Arab, yaitu
“Naqola-Yanqulu”, yang artinya “pindah”. Maka ilmu yang manquul adalah ilmu
yang dipindahkan / transfer dari guru kepada murid. Dengan kata lain, Manqul
artinya berguru, yaitu terjadinya pemindahan ilmu dari guru kepada murid.
Dengan
mengaji yang benar yakni dengan cara manqul, (persambungan dari guru ke guru
berikutnya sampai kepada shohabat dan sampai kepada Nabi Muhammad), maka
secepatnya kita dapat menguasai ilmu Alquran dan Hadis dengan mudah dan benar.
Dengan demikian, kita segera dapat mengamalkan apa yang terkandung di dalam
Alquran dan hadis sebagai pedoman ibadah kita. Dan sudah barang tentu
penafsiran Alquran harus mengikuti apa yang telah ditafsirkan oleh Nabi
Muhammad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar