Pages

Jumat, 21 September 2012

LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia)

Oleh : Faris Jaisyul Aziz, Muhammad Rijal, dan Haeruman
a.       Definisi
Lembaga Dakwah Islam Indonesia adalah aliran keagamaan yang memiliki 4 konsep yaitu :
1.       Imamah
2.       Bai’at
3.       Jama’ah
4.       Taat
Setiap anggota LDII wajib mendengarkan ceramah dari gurunya saja, tidak boleh dari ulama lain yang bukan anggota LDII.
b.      Sejarah dan Pendiri
(LDII) pertama kali berdiri pada 3 Januari 1972 di Surabaya, Jawa Timur dengan nama Yayasan Lembaga Karyawan Islam (YAKARI). Pada Musyawarah Besar (Mubes) tahun 1981 namanya diganti menjadi Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI), dan pada Mubes tahun 1990, atas dasar Pidato Pengarahan Bapak Sudarmono, SH. Selaku Wakil Presiden dan Bapak Jenderal Rudini sebagai Mendagri waktu itu, serta masukan baik pada sidang-sidang komisi maupun sidang Paripurna dalam Musyawarah Besar IV LEMKARI tahun 1990, selanjutnya perubahan nama tersebut ditetapkan dalam keputusan, MUBES IV LEMKARI No. VI/MUBES-IV/ LEMKARI/1990, Pasal 3, yaitu mengubah nama organisasi dari Lembaga Karyawan Dakwah Islam yang disingkat LEMKARI yang sama dengan akronim LEMKARI (Lembaga Karate-Do Indonesia), diubah menjadi Lembaga Dakwah Islam Indonesia, yang disingkat LDII.
Sampai tahun 1972 saja LDII telah berhasil membangun mesjid sebanyak 1500 mesjid di 19 provinsi di Indonesia, dan sekarang LDII telah mempunyai DPD di 26 provinsi. Perkembangannya tidak hanya di Indonesia, LDII mempunyai ikatan dengan beberapa Negara seperti Amerika, Australia, Jerman, Arab Saudi. Padahal pada awal munculnya LDII itu secara lokalistik, yaitu di beberapa desa-desa yang ada di Jawa Timur, namun sekarang bisa sampai ke luar Indonesia.
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) yang pada awal mula berdirinya pada 3 Januari 1972 di Surabaya, Jawa Timur bernama Yayasan Lembaga Karyawan Islam (YAKARI) yang kemudian dirubah menjadi Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) didirikan oleh
  1. Drs. Nur Hasyim.
  2. Drs. Edi Masyadi.
  3. Drs. Bahroni Hertanto.
  4. Soetojo Wirjo Atmodjo BA.
  5. Wijono BA.

c.       Pokok Ajaran LDII
1.       Orang islam yang diluar kelompok mereka adalah kafir dan najis
2.       Kalau ada orang di luar kelompok mereka shalat di masjid mereka, maka bekasnya itu harus dicuci, karena dianggap sudah terkena najis.
3.       Wajib taat kepada imam mereka, walaupun menyuruh berbuat kerusakan
4.       Mati ketika belum berbai’at kepada imam mereka maka mati dalam keadaan jahiliyah
5.       Al-Quran dan hadis yang boleh di terima oleh mereka adalah yang di keluarkan oleh imam mereka, jika tidak maka mereka tidak akan menerima
6.       Haram mengkaji al-quran dan hadis kecuali kepada imam mereka
7.       Harus rajin membayar infak, sodaqah dan zakat kepada imam mereka
8.       Harta benda yang dimiliki diluar kelompok mereka halal untuk di ambil, dengan cara apapun.
9.       Harta yang sudah di infakan kepada imam mereka haram ditanyakan kembali
10.   Dosa bisa di tebus dengan harta, dengan cara membeyar kepada imam mereka
11.   Haram membagikan daging kurban/zakat kepada orang di luar kelompok mereka
12.   Haram solat di belakang imam yang bukan dari kelompok mereka
13.   Haram nikah dengan yang bukan kelompok mereka
14.   Perempuan LDII kalau mau bertamu kepada yang bukan kelompok mereka hanya ketika haid saja, karena pada saat haid badan dalam keadaan kotor
15.   Kalau ada orang islam diluar kelompok mereka, maka bekas duduknya itu dicuci karena dianggap terkena najis

d.      Metode Pengajaran LDII
LDII menggunakan metode pengajian tradisional, yaitu guru-guru yang berasal dari beberapa alumni pondok pesantren kenamaan, seperti: Pondok Pesantren Gontor di Ponorogo, Tebu Ireng di Jombang, Kebarongan di Banyuwangi, Langitan di Tuban, dll. Mereka bersama-sama mempelajari ataupun bermusyawaroh beberapa waktu terlebih dahulu sebelum menyampaikan pelajaran dari Alquran dan Hadis kepada para jama’ah pengajian rutin atau kepada para santriwan dan santriwati di pondok-pondok LDII, untuk menjaga supaya tidak terjadi kekeliruan dalam memberikan penjelasan tentang pemahaman Alquran dan Hadis. Kemudian guru mengajar murid secara langsung ( manquul ) baik bacaan, makna (diterjemahkan secara harfiyah), dan keterangan, dan untuk bacaan Alquran memakai ketentuan tajwid.
Apakah yang Dimaksud dengan “Manquul?” “Manquul” berasal dari bahasa Arab, yaitu “Naqola-Yanqulu”, yang artinya “pindah”. Maka ilmu yang manquul adalah ilmu yang dipindahkan / transfer dari guru kepada murid. Dengan kata lain, Manqul artinya berguru, yaitu terjadinya pemindahan ilmu dari guru kepada murid.
Dengan mengaji yang benar yakni dengan cara manqul, (persambungan dari guru ke guru berikutnya sampai kepada shohabat dan sampai kepada Nabi Muhammad), maka secepatnya kita dapat menguasai ilmu Alquran dan Hadis dengan mudah dan benar. Dengan demikian, kita segera dapat mengamalkan apa yang terkandung di dalam Alquran dan hadis sebagai pedoman ibadah kita. Dan sudah barang tentu penafsiran Alquran harus mengikuti apa yang telah ditafsirkan oleh Nabi Muhammad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar