(12-01-2014)
HUKUM PIDANA ISLAM
oleh: Faris Jaisyul Aziz, Abdul Aziz, Melia Nop Dwi
BAB I
A. PENDAHULUAN
Hukum pidana
termasuk pada ranah hukum publik. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur
hubungan antar subjek hukum dalam hal perbuatan - perbuatan yang diharuskan dan
dilarang oleh peraturan perundang - undangan dan berakibat diterapkannya sanksi
berupa pemidanaan dan/atau denda bagi para pelanggarnya. Dalam hukum pidana
dikenal 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan ialah
perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan peraturan perundang - undangan
tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan
masyarakat. Pelaku pelanggaran berupa kejahatan mendapatkan sanksi berupa
pemidanaan, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya.
Sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh peraturan
perundangan namun tidak memberikan efek yang tidak berpengaruh secara langsung
kepada orang lain, seperti tidak menggunakan helm, tidak menggunakan sabuk
pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya. Di Indonesia, hukum pidana diatur
secara umum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang merupakan
peninggalan dari zaman penjajahan Belanda, sebelumnya bernama Wetboek
van Straafrecht (WvS). KUHP merupakan lex generalis bagi
pengaturan hukum pidana di Indonesia dimana asas-asas umum termuat dan menjadi
dasar bagi semua ketentuan pidana yang diatur di luar KUHP (lex
specialis).
Orang baru
menyadari hal tersebut merupakan tindakpidana karena perbuatan tersebut
tercantum dalam undang-undang, istilahnya disebut wetsdelict (delik
undang-undang ). Dimuat dalam buku III KUHP pasal 489 sampai dengan pasal 569.
Contoh pencurian (pasal 362 KUHP), pembunuhan (pasal 338 KUHP), perkosaan
(pasal 285 KUHP). Meskipun perbuatan tersebut tidak dirumuskan dalam
undang-undang menjadi tindak pidana tetapi orang tetap menyadari perbuatan
tersebut adalah kejahatan dan patut dipidana, istilahnya disebut rechtsdelict(delik
hukum). Dimuat didalam buku II KUHP pasal 104 sampai dengan pasal 488. Contoh
mabuk ditempat umum (pasal 492 KUHP/536 KUHP), berjalan diatas tanah yang oleh
pemiliknya dengan cara jelas dilarang memasukinya (pasal 551 KUHP).
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa hukum pidana islam itu?
2.
Bagaimana ruanglingkup pidana
islam
C.
TUJUAN
1.
Mengetahui hukum pidana islam
2.
Mengetahui ruanglingkup pidana islam
BAB II
HUKUM
PIDANA ISLAM
A.
PENGERTIAN
HUKUM PIDANA ISLAM
Pengertian hukum
pidana Islam pada dasarnya sama dengan hukum pidana pada umumnya. Hanya saja,
hukum pidana Islam didasarkan pada sumber hukum Islam, yaitu Alquran dan As Sunnah . Karenanya, hukum pidana
Islam merupakan bagian dari sistem hukum Islam, yang mengatur tentang perbuatan
pidana dan pidananya berdasarkan Alquran dan As Sunnah.
Hukum pidana
Islam merupakan terjemahan dari kata fiqh jinayah. Fiqh jinayah adalah segala
ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan criminal yang dilakukan
oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil
dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari alquran dan hadis,
Tindakan criminal yang dimaksud adlah tindakan tindakan kejahatan yang
menganggu ketentraman umum serta tindakan melawan peraturan perundang-undangan
yang bersumber dari Alquran dan Hadis.
Perbedaan antara
hukum pidana Islam dan hukum pidana pada sistem hukum lainnya terletak pada
pembuatan hukum tersebut. Hukum pidana Islam adalah hukum yang dibuat oleh Sang
Pencipta, Allah swt. Sedangkan hukum pidana selain Islam merupakan hasil
pembentukan dari manusia (man made law).
Perbedaan ini menunjukkan sisi keunggulan hukum pidana Islam, di mana ia dibuat
oleh Sang Khalik yang maha mengetahui masa lalu, sekarang, dan yang akan
dating, serta paling mengerti setiap aspek kehidupan manusia. Dengan demikian,
hukum pidana islam adalah hukum yang universal dan berlaku hingga akhir zaman.
B.
TUJUAN
HUKUM PIDANA ISLAM
Tujuan penegakan
sistem hukum islam yang paling utama adalah memenuhi perintah allah sebagai
bagian dari konsekuensi keimanan seorang manusia.
Allah Taala berfirman
“Dan
barang siapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar
ketentuan-ketentuan-Nya, niscayaAllah memasukkannya kedalam api neraka sedang
ia kekal di dalamnya, dan baginya siksa yang menghinakan” (An-Nisaa [4] : 14).
Selain itu,
hukum pidana Islam juga bertujuan melindungi lima kebutuhan hidup manusia atau
biasa disebut dengan istilah Al maqasid al syari’ah al khamsah. Kelima tujuan
tersebut adalah sebagai berikut.
1.Hifzh al din (memelihara agama).
2,Hifzh al nafsi (memelihara jiwa).
3.Hifzh al maal (memelihara harta).
4.Hifzh al mashli (memelihara
keturunan).
5.Hifzh al’aqli (memelihara akal).
C.
SUMBER UTAMA
HUKUM PIDANA ISLAM
Hukum pidana
Islam merupakan bagian dari serangkaian risalah Islam. Ia memiliki sumber hukum
utama yang sama, seperti halnya sumber dari agama Islam. Adapun sumber sumber
utamanya adlah sebagai berikut.
1. Alquran
Agama merupakan
sumber dari segala sumber dalam agama maupun sistem hukum Islam. Alquran adalah wahyu allah yang disampaikan melalui
malaikat jibril kepada Nabi Muhammad SAW untuk seluruh manusia hingga hari
kiamat.
2.
As Sunnah
Sunnah merupakan
sember kedua hukum islam setelah alquran. Sunnah adalah segala perkataan,
perbuatan, ketetapan, dan persetujuan dari Nabi Muhaamd SAW.
3.
Ijma’
Ijma’ merupakan
sumber hukum islam yang ketiga. Ijma’ mengandung pengertian sebagai kesepakatan
bersama para ulama terhadap suatu ketentuan syari’at pada masa waktu tertentu,
setelah Rasulullah SAW wafat.
D.
CIRI-CIRI HUKUM ISLAM
Berdasarkan
ruang lingkup Islam yang telah diuraikan , dapat ditentukan ciri-cirinya
sebagai berikut.
1. Hukum
Islam adalah bagian dan bersumber dari ajaran agama Islam.
2. Hukum
Islam mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dicerai-pisahkan dengan iman
dan kesusilaan atau akhlak Islam.
3. Hukum
Islam mempunyai istilah kunci, yaitu (a) syariah, dan (b) fikih. Syariah
bersumber dari wahyu Allah dan sunnah Nabi Muhammad saw. Dan fikih adalah hasil
pemahaman manusia bersumber dari nash-nash yang bersifat umum.
4. Hukum
Islam terdiri atas dua bidang utama, yaitu (1) hukum ibadah dan, dan (2) hukum
muamalah dalam arti yang luas. Hukum ibadah bersifat tertutup karena telah
sempurna dan hukum muamalah dalam arti luas bersifat terbuka untuk dikembangkan
oleh manusia yang memenuhi syarat untuk itu dari masa ke masa.
5. Hukum
Islam mempunyai struktur yang berlapis-lapis seperti dalam bentuk bagan tangga
bertingkat. Dalil alquran yang menjadi hukum dasar dan mendasari sunnah Nabi
Muhammad saw. Dan lapisan-lapisan seterusnya ke bawah.
6. Hukum
Islam mendahulukan kewajiban dari hak, amal dari pahala.
7. Hukum
Islam dapat dibagi menjadi: (1) Hukum taklifi atau hukum taklif, yaitu Al-Ahkam
Al-Khamsah yang terdiri atas lima kaidah jenis hukum, lima penggolongan hukum
yaitu jaiz, sunnah, makruh, wajib, dan haram, dan (2) Hukum wadh’I, yaitu hukum
yang mengandung sebab, syarat, halangan terjadi atau terwujudnya hubungan
hukum.
E.
TINDAK
PIDANA
Pengertian
Tindak Pidana
Tindak pidana
yang dilakukan oleh seseorang merupakan sebab dari adanya pidana. Seseorang
dipidana karena ia telah melakukan suatu perbuatan tindak pidana. Istilah
tindak pidana ada beberapa macam, antara lain delik, perbuatan pidana,
peristiwa pidana, pelanggaran pidana, perbuatan criminal, kejahatan dan
sebagainya.
Tindak pidana
(criminal art) dalam hukum pidana barat didefinisikan oleh simons, seorang ahli
hukum pidana belanda, sebagai suatu perbuatan manusia yang diancam dengan
pidana , melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan oleh orang yang mampu
bertanggung jawab. Perbuatan tersebut bisa bermakna positif maupun negative,
artinya ia bisa berupa berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, atau membiarkan.
Tindak pidana
dalam hukum Islam dikenal dengan istilah jinayah dan jarimah, dimana keduanya
memiliki pengertian yang sama. Para ahli hukum Islam sering menggunakan kata janayat untuk menyebut kejahatan. Janayat mengandung pengertian setiap
kelakuan buruk yang dilakukan oleh seseorang.
Menurut Abdul
Qadir ‘Audah tindak pidana dalam hukum Islam didefinisikan sebagai
larangan-larangan hukum yang diberikan Allah, yang pelanggarannya membawa hukum
yang ditentukan-Nya. Larangan hukum dapat berarti melakukan perbuatan yang
dilarang atau tidak melakukan perbuatan yang diperintahkan.
Istilah yang
lazim digunakan adalah kejahatan. Kejahatan merupakan perbuatan-perbuatan yang
tercela. Sedangkan maksud dari tercela adalah apa yang dicela oleh pembuat
syariat (yaitu Allah). Suatu perbuatan tidak dianggap sebagai kejahatan kecuali
jika ditetapkan oleh syarak telah menetapkan suatu perbuatan adalah tercela,
maka sudah pasti perbuatan itu disebut kejahatan, tanpa memandang lagi tingkat
tercelanya. Syarak telah menetapkan perbuatan tercela sebagai dosa (daunub)
yang harus dikenai sanksi. Jadi, substansi dari dosa adalah kejahatan.
F.
MACAM-MACAM TINDAK PIDANA
Berdasarkan
tingkatan berat tidaknya , tindak pidana atau kejahatan dalam hukum pidana
Islam telah dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu sebagai berikut.
1. Tindak
pidana hudud, meliputi khamr, zina, homoseksual, menuduh orang baik-baik
melakukan zina, mencuri yang mencapai batas dikenai had potong tangan, merampok, memberontak, dan murtad.
2. Tindak
pidana jinayat, meliputi pembunuhan disengaja, pembunuhan tidak sengaja,
penganiayaan, dan melukai organ tubuh.
3. Tindak
pidana ta’zir, meliputi semua tindak pidana yang tidak termasuk dalam tindak
pidana hudud dan tindak pidana jinayat.
Selain ketiga
jenis tindak pidana diatas, para ahli hukum Islam juga menggelompokkan tindak
pidana berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Berdasarkan kriteria apa yang
dilanggar, maka tindak pidana dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
1. Jarimah
iabiah, yaitu tindak pidana yang dilakukan karena melanggar larangan.
2. Jarimah
salabiah, yaitu tindak pidana yang dilakukan karena melnggar perintah.
Berdasarkan
kriteria kesengajaan, tindak pidana dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
tindak pidan yang dilakukan dengan sengaja dan tindak pidan yang dilakukan
tidak dengan sengaja. Sengaja berarti ada niat atau kehendak dari pelaku ,
melakukan sebuah tindak pidana atau kejahatan. Tidak dengan sengaja dapat
berupa seseorang mengerjakan suatu perbuatan yang bukan termasuk tindak pidana,
tetapi mengakibatkan tindak pidanatertentu diluar kehendaknya.
Berdasarkan
kriteria kepastiannya, dibedakan menjadi dua macam. Pertama tindak pidana yang
meyakinkan, karena diketemukan pada saat atau segera setelah terjadi. Kedua,
tindak pidana yang meragukan, karena ditemukan lama setelah kejadian atau sulit
untuk dibuktikan.
Berdasarkan
hukuman yang akan dijatuhkan , maka tindak pidan dibagi menjadi tiga bagia,
yaitu sebagai berikut.
1. Tindak
pidana yang diancam dengan hukuman had yang di dalamnya tidak mengandung
ancaman hukum denda/kafarat. Jenis kejahatan dalam kategori ini dapat
dicontohkan, seperti perzinaan, pencurian, meminum khamr, dan menuduh orang
baik-baik bezina. Sanksi hukum tindak pidana ini cukup dengan hukuman had
sesuai yang ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya, tidak perluditambah dengan
men-ta’zirnya.
2. Tindak
pidana yang diancam dengan hukuman kafarat/denda yang didalamnya tidak
mengandung ancaman hukuman had. Jenis kejahatan dalam kategori ini contohnya
adalah menyetubuhi istri pada saat ihram atau disiang hari pada bulan Ramadhan.
Sanksi denda terhadap kejahatan tersebut dipandang cukup.
3. Tindak
pidana yang sanksi hukumnya bukan had dan bukan kafarat . Jenis kejahatan dalam
kategori ini seperti mencuri barang yang nilainya dibawah batas minimal pencurian
barang yang berakibat dijatuhi hukuman potong tangan, bersumpah palsu dan
memandang perempuan lain yang bukan mahramnya dengan penuh nafsu. Kejahatan
dalam kategori ini menurut mayoritas para ulama dijatuhi hukuman ta’zir.
Menurut Asy Syafi’I sifat hukuman tersebut bukan wajib, melainkan boleh.
1.
Tindak
Pidana Hudud
Hudud atau had
adalah pelarangan pengerjaan apa-apa yang dilarang Allah Azza wa Jalla. Had-had
Allah adalah larangan-larangan Allah yang Dia perintahkan untuk dijauhi dan
tidak didekati. Hudud bermakna sebagai syariat Allah dan larangan-Nya,
sebagaimana firman Allah Taala:
Ayat
“Itulah
hukum-hukum Allah, dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka
sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri”(Ath-Thalaaq
[65] : 1) Ayat
“Itulah
larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya” (Al-Baqarah
[2] : 187)
Hudud menurut
istilah adalah sanksi yang telah ditetapkan kadarnya oleh Allah bagi suatu tindak kemaksiatan, untuk
mencegah pada kemaksiatan, untuk mencegah pada kemaksiatan yang sama. Adapun
tindak pidana hudud adalah perbuatan apa saja yang apabila dilakukan dapat
dikenai sanksi hudud. Perbuatan-perbuatan yang sanksinya termasuk bagian hudud
meliputi meminum khamr, zina, liwath (homoseksual), menuduh zina, mencuri,
merampok, memberontak, dan murtad.
Ciri
ciri tindak pidana Hudud
Tindak pidana
hudud merupakan tindak pidana terberat dalam hukum pidana Islam. Dikatakan
sebagai tindak pidana terberat, adalah karena tindak pidana ini menyangkut
hak-hak Allah didalamnya. Artinya, apabila seseorang melakukan salah satu dari
jenis tindak pidana hudud, maka ia telah melanggar satu dari sekian hak Allah
kepada hamba-Nya.
Tindak pidana hudud memiliki
ciri-ciri sebagai berikut.
1. Kejahatan
hudud merupakan pelanggaran terhadap hak Allah.
2. Menyangkut
kepentingan publik.
3. Hukuman
bagi pelakunya ditentukan oleh Allah, baik secara kualitas maupun kuantitas.
4. Tidak
ada tingkatan.
5. Tidak
dapat dibatalkan bila hukuman telah dilaksanakan.
6. Tidak
boleh ada keraguan sedikit pun.
7. Jenisnya
sudah ditentukan. Yaitu meminum khamr, zina, liwath(homoseksual), menuduh zina,
mencuri, merampok, memberontak, dan murtad.
2.
Meminum
Khamr
Had adalah
pelanggaran penggerjaan apa yang dilarang Allah, dan diperintahkan untuk
dijauhi (tidak didekati). Sedangkan khamr adalah segala apa pun yang
memabukkan. Meminum khamr merupakan perbuatan yang melanggar hak Allah,
karenanya ia termasuk bagian dari jenis tindak pidana hudud.
Meminum khamr
dapat membuat seseorang menjadi mabuk atau menutupi (mengacaukan) akalnya. Oleh
karena itu, hikmah pengharaman khamr adalah untuk menjaga kesehatan, akal,
badan, dan harta orang muslim.
·
Hukum
Meminum Khamr
Meminum khamr
diharamkan berdasarkan berdasarkan firman Allah Taala dan hadis Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa salla. Allah Taala berfirman:
“Hai orang-orang yang berfirman,
sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi
nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan
itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu
lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat
Allah dan Salat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu) (Al-Maidah
[5]: 90-91).
3.
Berzina
Pengertian
berzina dalam hukum pidana Islam tidak seperti apa yang dikemukakan dalam
sistem hukum yang lain. Sistem hukum Barat menyebut zina sebagai perbuatan
berhubungan antara laki-laki dan perempuan layaknya suami istri dimana salah satu atau kedua-duanya sudah
menikah. Pengertian tersebut terlalu sempit, sehingga dua orang lawan jenis
yang berhubungan badan sementara keduanya belum menikah tidak disebut sebagai
zina.\
Menurut sistem
hukum Islam, zina adalah tindakan melakukan hubungan seksual yang diharamkan di
kemaluan atau di dubur oleh dua orang yang bukan suami istri. Zina di dalam
pengertian tersebut tidak terbatas pada orang yang sudah menikah saja, tetapi
berlaku bagi siapa saja yang berhubungan badan sementara mereka bukan suami
istri, baik sudah menikah atau belum. Siapa pun yang terbukti secara
menyakinkan telah melakukan perzinaan, maka ia terkena had zina. Hanya saja,
ada perbedaan hukuman yang akan dijatuhkan terhadap orang yang telah atau
pernah menikah denga orang yang belum pernah menikah.
Islam
mengharamkan segala bentuk perzinaan dan mengharamkan setiap perbuatan yang
mendekati kea rah zina. Abu Bakar Jabir Al Jazairi menjelaskan diantara hikmah
diharamkannya zina adalah sebagai berikut.
1. Untuk menjaga kesucian masyarakat
Islam.
2.Melindungi kehormatan kaum
muslimin dan kesucian diri mereka.
3.Mempertahankan kemuliaan mereka,
menjaga kemuliaan nasab mereka, dan menjaga jiwa mereka.
·
Hukum
Zina
Zina adalah
salah satu dosa besar. Bahkan zina berada di jajaran terdepan dalam kelompok
dosa-dosa besar, yaitu setelah dosa kekafiran, dosa kesyirikan, dan dosa
pembunuhan. Zina diharamkan berdasarkan firman Allah dan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Taala berfirman:
“Dan janganlah mendekati zina. Sesungguhnya
zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (Al-Israa’
[17]:32)
Zina yang paling
besar adalah berzina dengan ibu, saudara kandung ibu tiri, dan semua wanita
yang termasuk mahram. Sahabat Bara’ radhiyallahu’anhu
‘alaihi wa sallam meriwayatkan bahwa pamanya (saudara ibu) telah diutus
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk menemuiseseorang yang telah berzina dengan ibu tirinya. Ia
diperintahkan untuk membunuhnya dan menjadikan harta orang tersebut sebagai ghanimah (rampasan).
4.
Qadzaf
Menuduh
seseorang telah berbuat zina merupakan suatu persoalan yang tidak bisa dianggap
remeh. Jika seseorang menuduh orang lain telah berbuat zina, maka ia mempunyai
kewajiban untuk membuktikannaya dengan cara menghadirkan empat orang saksi
laki-laki yang adil. Apabila si penuduh tidak mampu membuktikan kebenaran
tuduhannya, maka seorang qadhi
(hakim) akan menjatuhi had kepadanya.
Qadzaf bermakna
melempar tuduhan, yaitu menuduh seseorang yang suci telah melakukan perbuatan
haram (zina) tanpa mampu membuktikan kebenaran tuduhannya. Sebaliknya, jika
seseorang menuduh orang lain telah melakukan perbuatan haram dan ia mampu
membuktikan kebenaran tuduhannya, maka yang demikian tidak temasuk qadzaf.
·
Hukum
Qadzaf
Qadzaf temasuk bagian dari dosa
besar. Hal ini ditegaskan dalam Alquran
maupun As-sunnah yang mengabarkan
adanya laknat Allah dan hukumannya yang berat terhadap pelaku qadzaf.
Allah Taala Berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita
yang baik-baik, yang lengah lagi berfirman (berbuat zina), mereka kena laknat
di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar. Pada hari (ketika),
lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang
dahulu mereka kerjakan” (An-Nuur [24]:23-24)
“Dan orang-orang yang menuduh waniita
baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka
deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu
terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang
yang fasik” (An-Nuur [4]:4)
Adz Dzahabi
menjelaskan mengenai kedua ayat di atas, “Allah subhanahu wa Taala bahwa barang
siapa menuduh wanita baik-baik, merdeka (bukan budak), dan menjaga diri mereka
dari perbuatan zina serta perbuatan-perbuatan keji lainnya, maka ia akan
mendapatkan laknat di akhirat serta azab yang besar. Selain itu, mereka
mendapatkan hukuman 80 kali cambukan dunia dan kesaksiannya tidak akan diterima
walaupun ia berlaku adil.”
5.
Liwath
(Homoseksual)
Liwath atau
biasa dikenal dengan istilah homseksual telah ada sejak zamannya Nabi Luth ‘alaihis sallam . Penduduk Sadum atau
Sodom memiliki kebiasaan melakukan suatu pebuatan yang belum pernah dilakukan
pada masa sebelumnya, yaitu sebagian besar laki-laki dari kamu itu melakukan
hubungan dengan sesama laki-laki.
Allah Taala
telah mengisahkan kaum Nbi Luth ‘alaihis
sallam di beberapa tempat dalam Kitab-Nya , Allah Berfirman:
“Maka tatkala dating azab Kami, Kami jadikan
negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan kami hujani
mereka dengan batu yang terbakar dengan bertubi-tubi. Yang diberi tanda oleh
Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim (Huud
[11]:
82-83)
·
Hukum
Liwath
Liwath merupakan
perbuatan yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Pelaku liwath akan
mendapatkan laknat dari Allah dan siksaan yang pedih. Hal ini berdasarkan
peringatan-peringatan yang diberikan oleh Allah Taala ‘alaihis salam. Banyak ayat didalam Alquran yang telah
memperingatkan akan kemurkaan Allah terhadap para pelaku liwath.
Liwath
merupakanperbuatan dosa yang ditakutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dapat menimpa kaum muslimin.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdabda:
“Sesuatu yang paling aku takutkan atas kalian
adalah perbuatan yang dilakukan oleh kaum Luth”
Sistem hukum
Islam melaknat dan melarang liwath (homoseksual),
serta mengancam pelakunya dengan hukuman mati. Hal ini telah jelas ditetapkan
berdasarkan Alquran, As Sunnah dan Ijmak para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Islam tidak mengenal toleransi terhadap pelaku
homoseksual hanya disebabkan oleh alas an hak asasi manusia. Bagaimana Islam
bisa memberikan kebebasan kepada pelaku liwath
dengan alas an hak asasi manusia, sementara si pelaku telah melanggar hak Sang
Pencipta dengan melakukan apa yang dilarang-Nya? Bukankah hak Allah adalah
ditaati oleh semua mahluk?
6.
Saraqah
(Mencuri)
Mencuri
merupakan salah satu dari sekian daosa besar yang berakibat adanya had bagi pelakunya. Mencuri diartikan
sebagai perbuatan mengambil harta dari pemiliknya atau wakilnya dengan cara
sembunyi-sembunyi (tidak diketahui pemiliknya). Adapun merampas, merampok,
menjambret, menipu atau mengkhianati bukan termasuk dari kategori mencuri dan
orang tersebut tidak dikenai had potong
tangan.
·
Hukum
Mencuri
Mencuri
merupakan salah satu dosa besar yang diharamkan oleh Allah dan Pelakunnya
diancam dengan hadnpotong tangan. Hal ini berdasarkan firman Allah sebagai
berikut.
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Al-Maidah [5]:38)
Mencuri
merupakan perbuatan yang dilaknat oleh Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda:
“Allah melaknat pencuri. Ia mencuri telur,
kemudian tangannya dipotong”
7.
Muharibin
(Perampok)
Hirabah atau
merampok, merupakan salah satu kejahatan besar yang di dalamnya terhadap had
Allah. Pelaku dari hirabah disebut dengan istilah muharibin . Mengenai hal ini, Allah Taala berfirman:
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang
yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat kerusakan dimuka bumi , hanyalah
mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan
bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian
itu (sebagai)suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka
beroleh siksaan yang besar” (Al-Maidah
[5]:3).
Pengertian
Muharibin
Menurut Abu Bakr
Jabir Al Jazairi, muharibin adalah sekelompok orang yang mengangkat
senjata didepan orang lain, kemudian menganggu jalan dengan menyergap para
pejalan kaki, membunuh mereka, dan merampas harta mereka karena memiliki
kekuatan. Atau dengan kata lain, muharibin
adalah sekelompok orang yang berprofesi sebagai pembegal atau perampok.
Menurut ‘Abdul
Qadir ‘Audah, muharibin adalah pelaku
dari hirabah, yaitu tindakan-tindakan
berikut.
1.Aksi kekerasan untuk merampas
harta masyarakat dengan melakukan gangguan keamanan, sekalipun tidak jadi
mengambil harta dan tidak melakuka pembunuhan.
2.Aksi kekerasan untuk merampas
harta orang lain, tetapi mereka tidak melakuka pembunuhan.
3.Aksi kekerasan untuk merampas
harta , tetapi ternyata mereka melakukan pembunuhan dan tidak jadi merampas
harta.
4.Aksi kekerasan untuk merampas harta
sekaligus melakukan pembunuhan.
8.
Bughat
(Memberontak)
Pelaku bughat
adalah sekelompok orang yang mempunyai kekuatan dan dengan kekuatannya berusaha
keluar dari iman karena alas an tertentu. Mereka memberontak terhadap Negara ,
mengumumkan perang terhadap Daulah Islamiyah,
dan menampakkan perlawanan melalui kekuatan senjata .
Alasan pelaku
bughat mengadakan pemberontakan terhadap penguasa yang sah bisa terjadi karena
salah satu diantara beberapa hal
berikut.
1.Mereka melakukan penakwilan
terhadap agama, lalu jatuh dalam penyimpangan.
2.Mereka menggangap iman atau
penguasa telah kafir, atau menilai curang, atau menggangap zalim, kemudian mereka menjadi radikal, menolak taat kepada
iman (penguasa), dan keluar darinya.
3.Mereka adalah pemuja hawa nafsu yang
menginginkan kedudukan dan harta dunia, sehingga melakukan pemberontakan.
Hukum
Pelaku Bughat
Pelaku bughat
tetap dianggap sebagai orang yang berfirman, jika mereka masih dalam keadaan
muslim. Bughat tidak mengeluarkan mereka dari keimanan Iman (penguasa) harus
mengirimkan urusan untuk mengingatkan merekan. Jika mereka bertaubat, maka
taubat mereka diterima dan mereka tidak diperangi. Jika mereka menolak
bertaubat dan menghentikan penyerangan, maka mereka wajib diperangi.
Tidak dikatakan
bughat manakala apa yang mereka kerjakan adalah sesuai dengan kaidah syar’I, dengan alas an penguasa telah
menjadi kufur. Sebab, Islam memerintahkan kaum muslimin untuk memerangi
penguasa jika terlihat kekufuran yang nyata dan memiliki bukti yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada Allah.
9.
Murtad
Murtad adalah
keluar dari agama Islam dan pindah ke agama lain, atau ia pindah ke sesuatu
yang bukan agama. Murtad yang dapat kena had adalah murtad yang dilakukan oleh
orang yang balig, berakal, bisa membedakan, dan sukarela atau tanpa paksaan.
Allah Taala berfirman:
”....Barang siapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lalu dia mati
dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di
akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya” (Al-Baqarah
[2]:217).
Tobat dari
seorang yang murtad bisa diterima manakala ia tidak mengulang –ulang
kemurtadannya. Jika ternyata ia menggulang-ulang kemurtadannya, maka tobatnya
tidak diterima. Mengenai Hal Ini, Allah Taala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman
kemudian kafir, kemudian beriman (pula), kemudian kafir lagi, kemudian brtambah
kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka,
dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus.”(An-Nisaa’
[4]: 137).
Seseorang yang
sesuai dengan ayat diatas, yaitu berubah-ubah dari keimanan menjadi kafir,
kemudian beriman lagi, lalu kafir lagi, maka taubatnya tidak akan diterima oleh
Allah. Oleh karena itu, penguasa berhak menetapkan had bagi pelaku yang
demikian dan menolak taubatnya.
10.
Zindiq
Zindiq adalah
orang yang menampakkan dirinya Islam tetapi menyembunyikan kekafirannya,
seperti orang yang mengingkari sebagian risalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau
mengingkari hari kiamat. Mereka tidak bisa mengungkapkan itu semua dengan
terang-terangan karena takut atau lemah. Jika mereka dalam posisi kuat, pasti
mereka akan memusuhi Islam secara terang-terangan.
Hukum zindiq
adalah ia dibunuh karena had. Sebagian ulama berpendapat bahwa ia disuruh
bertobat , jika ia bertobat maka tobatnya diterima , dan jika tidak mau
bertobat maka ia dibunuh karena had. Jika ia bertobat, maka ia harus mengakui
apa yang tadinya ia ingkari, ditambah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat,
dan memohon ampun atas dosanya. Hukum pelaku zindiq yang enggan bertobat dan ia
kemudian dibunuh, maka setelah kematiannya sama sebagaimana orang murtad, yaitu
tidak dimandikan , tidak disalati, tidak dikubur di pemakaman muslim, dan tidak
diwarisi.
11.
Penyihir
Penyihir adalah
orang yang berhubungan dengan sihir dan menjalankannya. Sihir merupakan suatu
perbuatan yang kufur terhadap Allah atau setidak-tidaknya mendekati kufur
kepada-Nya.
Hukuman bagi
penyihir adalah dibunuh karena had, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Had penyihir adalah pukulan dengan pedang.”
Hadis diatas
diriwayatkan oleh Ar Tirmidzi dan Daruquthni, termasuk dalam kategori hadis
dhaif (lemah), tetapi hadis tersebut diamalkan. Generasi sahabat, tabiin, Iman
Malik, Syafi’I, dan Ahmad menjadikannya sebagai hujjah.
Bajalah bin ‘Abdah berkata, “Telah
sampai kepada kami surat dari Umar setahun sebelum ia wafat, yang isinya,
‘Hendaklah kalian membunuh semua penyihir: laki-laki dan perempuan”.
12.
Orang
yang meninggalkan Salat dan Zakat
Orang yang
meninggalkan salat dan zakat di sini diartikan sebagai siapa pun darikaum
muslimin yang tidak mengerjakan salat lima waktu dan atau tidak membayar zakat
karena melecehkan atau mengingkari perintah salat. Hal yang demikian membuatnya
menjadi kafir dan ia dibunuh karena had.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Aku
diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada
Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah
utusan Allah, mendirikan salat dan menunaikan zakat. Jika mereka mengerjakan
hal tersebut, maka darah dan harta mereka terlindungi dariku, kecuali dengan
hak Islam.”
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu ketika menjabat
sebagai khalifah juga telah memerangi orang-orang yang menolak membayar zakat.
Pada saat itu, Umar menolak pendapat Abu Bakar memerangi orang yang enggan
membayar zakat, tetapi kemudian Abu Bakar menjelaskan dan Umar menerima
penjelasan tersebut sehingga sepakat bahwa orang yang enggan membayar zakat
wajib diperangi. Hal ini berlaku jika mereka enggan untuk bertaubat.
G.
TINDAK PIDANA JINAYAT
Pengertian
Jinayat
Jinayat adalah
bentuk jamak (plural) dari jinayah. Menurut bahasa, jinayat bermakna
penganiayaan terhadap badan, harta, atau jiwa. Sedangkan menurut istilah ,
jinayat pelanggaran terhadap badan yang di dalamnya diwajibkan kisas atau
diyat. Jinayat juga bermakna sanksi-sanksi yang dijatuhkan atas penganiayaan
atas badan. Dengan demikian, tindak penganiayaan itu sendiri dan sanksi yang
dijatuhkan atas penganiayaan badan disebut dengan jinayat.
Jinayat secara garis besar
dibedakan menjadi dua kategori, yaitu sebagai berikut.
1.Jinayat terhadap jiwa, yaitu
pelanggaran terhadap seseorang dengan menghilangkan nyawa, baik sengaja maupun
tidak sengaja.
2.Jinayat terhadap organ tubuh,
yaitu pelanggaran terhadap seseorang dengan merusak salah satu orgam tubuhnya,
atau melukai salah satu badannya, baik sengaja maupun tidak sengaja.
Ciri-ciri
Tindak Pidana Jinayat
Tindak pidana
jinayat sebagaimana tindak pidana hudud, merupakan tindak pidana yang secara
khusus ditetapkan jenis dan ketentuannya sanksinya. Tindak pidana jinayat
memiliki cir-ciri khusus sebagai berikut.
1.Sasaran dari tindak pidana jinayat
adalah jiwa atau integritas tubuh manusia, baik sengaja atau tidak sengaja.
2.Jenisnya telah ditentukan, yaitu
pembunuhan dalam sengaja bentuknya dan penganiayaan dengan segala tipenya, baik
sengaja atau tidak sengaja.
3.Tidak diperkenankan adanya
keraguan dalam menjatuhkan sanksi.
4.Hukumannya berupa memberikan penderitaan
yang seimbang dari bahaya jiwa atau tubuh terhadap orang yang melakukan oleh
korban atau keluarganya. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan efek balas
dendam yang lebih besar.
5.Hukuman telah ditetapkan, yaitu
kisas atau diyat.
1.
Pembunuhan
Semi Sengaja
Pembunuhan semi
sengaja adalah tindakan seseorang secara sengaja ingin melakukan jinayat
terhadap orang muslim, tetapi ia tidak bermaksud membunuhnya, kemudian orang
muslim tersebut meninggal dunia. Bisa jadi pelakunya bermaksud hanya ingin memberi
pelajaran, atau sedikit melukai, atau siksaan dengan alat atau tindakan yang
pada umumnya tidak bisa membunuh seseorang, tetapi ternyata orang yang menjadi
sasarannya meninggal dunia.
Pelaku
pembunuhan dalam jenis ini memiliki kesengajaan untuk melakukan tindakan
tertentu,tetapi dia tidak memiliki niat atau kehendak untuk membunuh. Misalnya,
seseorang memukul orang muslim dengan tongkat sederhana yang biasanya tidak
bisa membunuh orang, atau menamparnya dengan tangan, atau menyeruduk dengan
kepala, atau menendang dengan kaki, atau berteriak keras di depannya, atau
hanya sekedar mengancam, kemudian orang muslim tersenut meninggal.
Ciri khusus
pembunuhan semi sengaja adalah adanya unsur sengaja dan ketidaksengajaan .
Unsur sengaja dapat ditemui pada kesengajaan tindakan pelakunya untuk melakukan
suatu perbuatan tertentu yang ditujukan pada orang lain, tetapi tidak berniat
membunuh. Sedangkan unsur ketidak sengajaan dapat dilihat dari tidak adanya
niat atau kehendak pelaku untuk membunuh orang lain, tetapi orang itu meninggal
dunia.
2.
Pembunuhan
Tidak Disengaja
Pembunuhan tidak
disengaja adalah suatu tindakan seseorang mengerjakan suatu perbuatan yang
memang boleh dikerjakan , tetapi kemudian terjadi suatu hal di luar kendalinya
yang menyebabkan matinya seseorang. Contohnya, seseorang sedang memotong daging
hewan, kemudian alatnya lepas mengenai orang lain dan menyebabkan orang itu
meninggal dunia, atau seorang menembak burung, tetapi mengenai orang lain dan
meninggal dunia.
Menurut Abdurrahman
Al Maliki, pembunuhan tidak disengaja terdapat dua bentuk. Pertama, pelaku
melakukan perbuatan yang ia sendiri tidak bermaksud menimpakan perbuatan itu
kepada pihak yang terbunuh, tetapi menimpa orang tersebut dan membunuhnya.
Misalnya, seseorang memundurkan mobil dan ternyata menabrak orang lain yang ada
di belakang mobil, kemudian orang yang tertabrak itu mati. Kedua, pelaku
membunuh seseorang di negeri kafir yang ia menyangka orang yang dibunuhnya
adalah seorang kafir harby, tetapi
ternyata orang yang ia bunuh adalah seorang muslim, tetapi menyembunyikan
keislamannya. Pembunuhan semacam ini termasuk jenis pembunuhan tidak disengaja.
3.
Jinayat
Terhadap Tubuh
Jinayat terhadap
tubuh adalah jinayat atas salah satu organ dari tubuh manusia atau atas tulang
dari tulang-tulang tubuh manusia, dengan sebuah pelukaan. Para ahli fikih
menetapkan berlakunya kisas selain pada jiwa, yaitu pada organ-organ tubuh
manusia.
Allah Taala berfirman:
Ayat
“Dan
kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat)bahwasanya jiwa
(dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan
telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun)ada kisasnya….”(Al-Maidah
[5]:45).
Jinayat terhadap tubuh
dikelompokkan menjadi empat kategori besar yaitu sebagai berikut.
1.Jinayat yang menimbulkan diyat
penuh.
2.Jinayat yang menimbulkan diyat
separuh
3.Jinayat yang menyebabkan syijaj
(luka di kepala)
4.Jinayat yang menyebabkan Jirah
(luka selain di kepala)
4.
Jinayat
Menimbulkan Diyat Penuh
Jinayat terhadap
anggota tubuh yang dapat menimbulkan diyat penuh apabila terjadi pada hal-hal
berkut.
1.Hilangnya akal.
2.Hilangnya pendengaran karena
kedua telinga dihilangkan.
3.Hilangnya penglihatan karena
kedua mata dirusak.
4.Hilangnya suara karena lidah atau
dua bibir di potong.
5.Hilangnya daya cium karena hidung
dipotong.
6.Hilangnya kemampuan melakukan
hubungan seksual, karena kemaluan dirusak.
7.Hilangnya kedua tangan atau kedua
kaki.
8.Hilangnya kemampuan untuk
berdiri, atau duduk, karena tulang punggung diremukkan.
5.
Jinayat
yang Menimbulkan Diyat Separuh
Jinayat terhadap
anggota tubuh dapat menimbulkan diyat separuh apabila terjadi pada hal-hal
berikut.
1.Salah satu dari dua mata.
2.Salah satu dari dua telinga.
3.Salah satu dari dua tangan.
4.Salah satu dari dua bibir
5.Salah satu dari dua pantat.
6.Salah satu dari dua alis.
7.Salah satu dari dua payudara
wanita.
6.
Jinayat
yang Menyebabkan Syijjaj
Jinayat jenis
ini adalah dikhususkan bagi perbuatan yang mengakibatkan syijjaj. Syijjaj
adalah luka di kepala tau di wajah. Menurut generasi salaf, syijjaj ada sepuluh
macam, lima diantaranya telah dijelaskan diyat-nya oleh Pembuat syariat, dan
lima lainnya tidak dijelaskan diyat-nya.
Lima macam jenis syijjaj yang
diyat-nya oleh Pembuat syariat, meliputi hal-hal berikut.
1.Mudhihah, yaitu luka yang membuat tulang terlihat.
2.Hasyimah, yaitu luka yang meremukkan tulang.
3.Munqilah, yaitu luka yang memindahkan tulang dari tempat aslinya.
4.Ma’mumah, yaitu luka yang menembus kulit otak.
5.Damighah, yaitu luka yang merobek kulit otak.
Lima macam jenis syijjaj dan
diyat-nya belum ditetapkan oleh Pembuat syariat, meliputi hal-hal berikut.
1.Harishah, yaitu luka yang agak merobek kulit dan tidak membuatnya
berdarah.
2.Damiyah, yaitu luka yang membuat kulit berdarah.
3.Badzi’ah, yaitu luka yang membelah kulit.
4.Mutalahimah, yaitu luka yang menembus daging.
5.Simhaq, yaitu luka yang nyaris menembus tulang jika tidak ada kulit
tipis.
7.
Jinayat
yang Menyebabkan Jirah
Jirah merupakan
luka yang terjadi di selain wajah atau kepala. Berdasarkan diyat-nya, maka
jirah dibedakan menjadi hal-hal berikut.
1.Luka yang menembus perut.
2.Luka yang membuat tulang rusuk
patah.
3.Pematahan lengan, atau tulang
betis, atau tulang pergelangan tangan.
4.Selain dari ketiga jenis di atas.
Pembuktian
Jinayat
Jinayat harus
dapat dibuktikan secara meyakinkan tanpa ada keraguan sedikitpun. Pembuktian
jinayat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1.Jika jinayat terhadap organ tubuh
(bukan pembunuhan),maka jinayat terbukti dengan salah satu dari dua hal,
pengakuan pelaku dan atau kesaksian dua orang yang adil.
2.Jika jinayat terhadap jiwa, maka
jinayat terbukti dengan pengakuan pembunuh, atau kesaksian dua orang yang adil,
atau dengan muqasamah jika di
dalamnya terdapat lauts, yaitu permusuhan yang nyata antara korban dan
tertuduh.
H.
PENGERTIAN TA’ZIR
Secara bahasa,
ta’zir bermakna al-Man’u artinya
pencegahan. Menurut istilah, ta’zir bermakna at-Ta’dib (pendidikan) dan
at-Tankil (pengekangan). Adapun definisi ta’zir secara syar’I adalah sanksi
yang ditetapkan atas tindakan maksiat yang di dalamnya tidak ada had dan
kifarat.
Menurut Abu Bakr
Jabir Al Jazairi, ta’zir adalah sanksi disiplin dengan pemukulan, atau
penghinaan, atau embargo, atau pengasingan. Hanya saja, sebagian ulama
memasukkan hukuman mati bagi kasus tertentu dalam tindak pidana ta’zir.
Ta’zir telah
ditetapkan bagi setiap pelanggaran yang syar’i, selain dari kejahatan hudud dan
kejahatan jinayat. Semua yang belum ditetapkan kadar sanksinya oleh syar’i,
maka sanksinya diserahkan kepada penguasa untuk menetapkan jenis sanksinya.
Ulama sepakat
menetapkan bahwa ta’zir meliputi semua kejahatan yang tidak diancam dengan
hukuman hudud dan bukan pula termasuk jenis jinayat. Hukuman ta’zir diterapkan
pada dua kejahatan, yaitu kejahatan meninggalkan kewajiban atau kejahatan
melanggar larangan.
Ciri-ciri
Tindak Pidan Ta’zir
Tindak pidana
ta’zir merupakan tindak pidana yang paling luas cakupannya, yaitu pelanggaran
atau kemaksiatan apa saja selain hudud dan jinayat.
1.Landasan dan ketentuan hukumnya
didasarkan pada ijimak.
2.Mencakup semua bentuk
kejahatan/kemaksiatan selain hudud dan kisas.
3.Pada umumnya ta’zir terjadi pada
kasus-kasus yang belum ditetapkan ukuran sanksinya oleh syarak, meskipun jenis
sanksinya telah tersedia.
4.Hukuman ditetapkan oleh penguasa
atau qadhi (hakim).
5.Didasari pada ketentuan umum
syariat Islam dan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
Klasifikasi
Tindak Pidan Ta’zir
Secara umum tindak pidana ta’zir
terbagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
1.Tindak pidana hudud dan tindak
pidana kisas yang syubhat, atau tidak jelas, atau tidak memenuhi syarat, tetapi
merupakan maksiat. Contohnya percobaan pencurian, percobaan perzinaan,
pencurian dalam keluarga, dan lain-lain.
2.Tindak pidana atau kemaksiatan
yang ditentukan oleh Alquran dan hadis, tetapi tidak ditentukan sanksinya.
Contohnya penghinaan, saksi palsu, tidak melaksanakan amanah, makan babi,
mengurangi timbangan, riba, dan sebagainya.
3.Berbagai tindak pidana atau
kemaksiatan yang ditentukan oleh ulil amri
(penguasa) berdasarkan ajaran Islam demi kemashlahatan umum. Contohnya
pelanggaran terhadap berbagai peraturan penguasa yang telah ditetapkan
berdasarkan ajaran Islam, korupsi, kejahatan ekonomi, dan lain sebagainya.
Berdasarkan pelanggarannya, maka tindak
pidana ta’zir terbagi menjadi tujuh kelompok, yaitu sebagai berikut.
1.Pelanggaran terhadap kehormatan,
diantaranya:
a. Perbuatan-perbuatan
yang melanggar kesusilaan.
b. Perbuatan-perbuatan
yang melanggar kesopanan.
c. Perbuatan-perbuatan
yang berhubungan dengan suami istri,
d. Penculikan.
2.Pelanggaran terhadap kemuliaan,
diantaranya:
a. Tuduhan-tuduhan
palsu.
b. Pencemaran
nama baik.
c. Penghinaan,
hujatan, dan celaan.
3.Perbuatan yang merusak akal, di
antaranya:
a. Perbuatan-perbuatan
yang berhubungan dengan sesuatu yang dapat merusak akal, seperti menjual,
membeli, membuat, dan mengedarkan atau mengkomposisikan minuman khamr, narkotika, psikotropika, dan
sejenisnya.
b. Menjual
bahan-bahan tertentu, seperti anggur, gandum, atau apapun dengan maksud untuk
dibuat khamr oleh pembelinya.
4.Pelanggaran terhadap harta, di
antaranya:
a. Penipuan
dalam maslah muamalat.
b. Kecurangan
dalam perdagangan.
c. Ghasab
(meminjam tanpa izin).
d. Pengkhianatan
terhadap amanah harta.
5.Gangguan keamanan, diantaranya:
a. Berbagai
gangguan keamanan terhadap orang lain, selain dalam perkara hudud dan kisas.
b. Menteror,
mengancam, atau menakut-nakuti orang lain.
c. Penyalahgunaan
kekuasaan atau jabatan untuk dirinyasendiri dan merugikan orang lain.
6.Subversi/gangguan terhadap
keamanan Negara, diantaranya:
a. Makar,
yang tidak melalui pemberontakan.
b. Spionase
(mata-mata).
c. Membocorkan
rahasia Negara.
7.Perbuatan yang berhubungan dengan
agama.
a. Menyebarkan
ideology dan pemikiran kufur.
b. Mencela
salah satu dari risalah Islam, baik melalui lisan maupun tulisan.
c. Pelanggaran-pelanggaran
terhadap ketentuan syariat, seperti meninggalkan salat, terlambat membayar
zakat, berbuka puasa siang hari dibulan Ramadhan tanpa uzur.
Jenis tindak
pidana ta’zir tidak hanya terbatas pada macam-macam tindak pidana di atas.
Ta’zir sangat luas dan elastis, sehingga perbuatan apa pun (selain hudud dan
jinnayat) yang menyebabkan pelanggaran terhadap agama, atau terhadap penguasa,
atau terhadap masyarakat, atau terhadap perorangan, maka dapat dikategorikan
sebagai kejahatan ta’zir.
I.
TUJUAN HUKUM PIDANA ISLAM
Tujuan hukum pada umumnya adalah menegakkan keadilan
berdasarkan kemauan pencipta manusia sehingga terwujud ketertiban dan
ketentraman masyarakat.
Namun bila tujuan hukum Islam dilihat dari ketetapan hukum
yang dibuat oleh Allah dan Nabi Muhammad, baik yang termuat di dalam
Al-Qur’an maupun Al-Hadits, yaitu untuk kebahagiaan hidup manusia didunia dan
akhirat kelak, dengan jalan mengambil segala yang bermanfaat dan mencegah
serta menolak segala yang tidak berguna kepada kehidupan manusia. Dengan kata
lain tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia baik jasmani maupun
rohani individu dan masyarakat. Kemaslahatan dimaksud, dirumuskan oleh Abu
Ishak Asy-Syathibi dan disepakati oleh ahli hukum Islam lainnya seperti yang
telah dikutip oleh H.Hakam Haq, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan,
dan harta.
J.
PERBANDINGAN
HUKUM PIDANA ISLAM DENGAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA
Hukum pidana yang berlaku di Indonesia hingga kini merupakan
peninggalan penjajahan Belanda yang dilandasi oleh falsafah yang berbeda dengan
falsafah yang dianut bangsa Indonesia, seperti mengutamakan kebebasan,
menonjolkan hak-hak individu, dan kurang berhubungan dengan moralitas.
Ancaman pidana
yang dijatuhkan oleh para hakim di sidang pengadilan seringkali tidak
mencerminkan rasa keadilan masyarakat, khususnya korban kejahatan dan
keluarganya. Berbagai kejahatan dengan kekerasan seperti perampokan, pencurian,
pembunuhan, perkosaan, penganiayaan yang setiap hari terjadi di depan mata
masyarakat hanya diganjar hukuman ringan. Ditambah dengan faktor krisis
multidimensi dan lemahnya penegakan hukum, masyarakat yang terhimpit berbagai
beban bangkit melakukan perlawanan secara masal terhadap berbagai macam
kejahatan tadi dan akibatnya sering sangat fatal.
Hukum pidana
Islam ditandai oleh kuatnya celupan (shibgah) keagamaan. Dengan demikian
ketaatan seorang muslim pada hukum ini bukan atas dasar ketakutan, tetapi
atas dasar kesadaran iman. Dengan demikian menjalankan atau menegakkan
hukum ini dalam pandangan seorang muslim merupakan bagian dari keislaman yang
total, hukum ini juga berfungsi menjaga nilai-nilai moral (akhlak) karena hukum
diturunkan dan sanksi dijatuhkan untuk menjaga akhlak manusia.
Dalam Hukum
Pidana Positif di indonesia yang menjadi perbedaan adalah bahwa tidak dapat
dilakukan damai secara hukum antara keluarga pihak yang dibunuh dan orang yang
membunuh. Jadi walaupun ada perdamaian antara kedua belah belah pihak proses
pidananya tetap berjalan. Dalam hukum pidana positif di indonesia tidak dikenal
damai yang menggugurkan proses pidana kecuali untuk kasus yang memuat delik
aduan, seperti kasus pencurian dalam keluarga dan kasus perzinahan atau
perselingkuhan bagi suami/istri. Delik aduan dapat dicabut kembali apabila
pihak yang mengadukan tindakan pidana tersebut mencabutnya.
Perbedaannya
dalam hukum pidana islam berlaku Qishaash dan Dziyat, sementara dalam hukum
positif di indonesia yang di berlakukan adalah pidana penjara, kurungan, denda
seperti pidana mati dan seumur hidup.
Sementara itu
dalam kasus pidana positif yang berlaku di indonesia tidak berlaku perdamaian
secara hukum bila terjadi perbuatan melawan hukum yang melanggar kejahatan.
BAB III
KESIMPULAN
Hukum pidana
Islam adalah bagian dari hukum Islam, jadi sumber-sumber hukumnya di ambil dari
al-Qur’an, as-Sunnah/al-Hadits, Ijma’ da Qiyas. Tapi dalam hukum material Qias
masih di perseslisihkan, bahkan ada satu pendapat bahwa Qias tidak di masukkan
dalam sumber-sumber hukum Islam.
Al-Qur’an
adalah sumber hukum ajaran islam yang pertama yang memuat kumpulan beberapa
wahyu yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. Diantaranya kandungan
isinya ialah peraturan kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah, dengan
dirinya sendiri, sesama manusia dan hubungannya dengan alam beserta makhluk
lainnya.
Al-Sunnah atau al-Hadits adalah segala sesuatu yang datang dari nabi saw selain al-Qur’an,
baik berupa perkataan, perbuatan atau taqrir. Yang mana al-sunnah merupakan
dalil penguat dari Al-qur’an apabila dalam Al-qur’an tidak ditemukan dalilnya.
Ijma’ merupakan
kesepakatan atau kebulatan para Mujtahid Islam
dalam suatu masa. Setelah wafatnya nabi saw tentang suatu hukum syara’ yang
amali. Qiyas juga sebagai sumber pidana Islam. Yang mana
secara pengertian Qiyas adalah mempersamakan hukum peristiwa
yang belum ada ketentuannya dengan hukuman peristiwa yang sudah ada
ketentuannya, karena antara kedua peristiwa tersebut terdapat segi-segi
persamaan.
DAFTAR PUSTAKA
Alfruq, Asdulloh. 2009 Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam.
Bogor: Galia Indonesia.
Ali, Zaenudin. 2007 Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar
Grafika