Pages

Minggu, 12 Januari 2014

Hukum Pidana Islam

(12-01-2014)

HUKUM PIDANA ISLAM
oleh: Faris Jaisyul Aziz, Abdul Aziz,  Melia Nop Dwi

BAB I
A.   PENDAHULUAN
Hukum pidana termasuk pada ranah hukum publik. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antar subjek hukum dalam hal perbuatan - perbuatan yang diharuskan dan dilarang oleh peraturan perundang - undangan dan berakibat diterapkannya sanksi berupa pemidanaan dan/atau denda bagi para pelanggarnya. Dalam hukum pidana dikenal 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan peraturan perundang - undangan tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat. Pelaku pelanggaran berupa kejahatan mendapatkan sanksi berupa pemidanaan, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya. Sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh peraturan perundangan namun tidak memberikan efek yang tidak berpengaruh secara langsung kepada orang lain, seperti tidak menggunakan helm, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya. Di Indonesia, hukum pidana diatur secara umum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang merupakan peninggalan dari zaman penjajahan Belanda, sebelumnya bernama Wetboek van Straafrecht (WvS). KUHP merupakan lex generalis bagi pengaturan hukum pidana di Indonesia dimana asas-asas umum termuat dan menjadi dasar bagi semua ketentuan pidana yang diatur di luar KUHP (lex specialis).
Orang baru menyadari hal tersebut merupakan tindakpidana karena perbuatan tersebut tercantum dalam undang-undang, istilahnya disebut wetsdelict (delik undang-undang ). Dimuat dalam buku III KUHP pasal 489 sampai dengan pasal 569. Contoh pencurian (pasal 362 KUHP), pembunuhan (pasal 338 KUHP), perkosaan (pasal 285 KUHP). Meskipun perbuatan tersebut tidak dirumuskan dalam undang-undang menjadi tindak pidana tetapi orang tetap menyadari perbuatan tersebut adalah kejahatan dan patut dipidana, istilahnya disebut rechtsdelict(delik hukum). Dimuat didalam buku II KUHP pasal 104 sampai dengan pasal 488. Contoh mabuk ditempat umum (pasal 492 KUHP/536 KUHP), berjalan diatas tanah yang oleh pemiliknya dengan cara jelas dilarang memasukinya (pasal 551 KUHP).

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa hukum pidana islam itu?
2.      Bagaimana ruanglingkup pidana islam

C.    TUJUAN
1.      Mengetahui hukum pidana islam
2.      Mengetahui ruanglingkup pidana islam
  

BAB II
HUKUM PIDANA ISLAM
A.    PENGERTIAN HUKUM PIDANA ISLAM
Pengertian hukum pidana Islam pada dasarnya sama dengan hukum pidana pada umumnya. Hanya saja, hukum pidana Islam didasarkan pada sumber hukum Islam, yaitu Alquran dan As Sunnah . Karenanya, hukum pidana Islam merupakan bagian dari sistem hukum Islam, yang mengatur tentang perbuatan pidana dan pidananya berdasarkan Alquran dan As Sunnah.
Hukum pidana Islam merupakan terjemahan dari kata fiqh jinayah. Fiqh jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan criminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari alquran dan hadis, Tindakan criminal yang dimaksud adlah tindakan tindakan kejahatan yang menganggu ketentraman umum serta tindakan melawan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari Alquran dan Hadis.
Perbedaan antara hukum pidana Islam dan hukum pidana pada sistem hukum lainnya terletak pada pembuatan hukum tersebut. Hukum pidana Islam adalah hukum yang dibuat oleh Sang Pencipta, Allah swt. Sedangkan hukum pidana selain Islam merupakan hasil pembentukan dari manusia (man made law). Perbedaan ini menunjukkan sisi keunggulan hukum pidana Islam, di mana ia dibuat oleh Sang Khalik yang maha mengetahui masa lalu, sekarang, dan yang akan dating, serta paling mengerti setiap aspek kehidupan manusia. Dengan demikian, hukum pidana islam adalah hukum yang universal dan berlaku hingga akhir zaman.

B.     TUJUAN HUKUM PIDANA ISLAM
Tujuan penegakan sistem hukum islam yang paling utama adalah memenuhi perintah allah sebagai bagian dari konsekuensi keimanan seorang manusia.
Allah Taala berfirman

“Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscayaAllah memasukkannya kedalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya, dan baginya siksa yang menghinakan” (An-Nisaa [4] : 14).
Selain itu, hukum pidana Islam juga bertujuan melindungi lima kebutuhan hidup manusia atau biasa disebut dengan istilah Al maqasid al syari’ah al khamsah. Kelima tujuan tersebut adalah sebagai berikut.
1.Hifzh al din (memelihara agama).
2,Hifzh al nafsi (memelihara jiwa).
3.Hifzh al maal (memelihara harta).
4.Hifzh al mashli (memelihara keturunan).
5.Hifzh al’aqli (memelihara akal).

C.    SUMBER UTAMA HUKUM PIDANA ISLAM
Hukum pidana Islam merupakan bagian dari serangkaian risalah Islam. Ia memiliki sumber hukum utama yang sama, seperti halnya sumber dari agama Islam. Adapun sumber sumber utamanya adlah sebagai berikut.
1.      Alquran
Agama merupakan sumber dari segala sumber dalam agama maupun sistem hukum Islam. Alquran adalah wahyu allah yang disampaikan melalui malaikat jibril kepada Nabi Muhammad SAW untuk seluruh manusia hingga hari kiamat.
2.      As Sunnah
Sunnah merupakan sember kedua hukum islam setelah alquran. Sunnah adalah segala perkataan, perbuatan, ketetapan, dan persetujuan dari Nabi Muhaamd SAW.
3.      Ijma’
Ijma’ merupakan sumber hukum islam yang ketiga. Ijma’ mengandung pengertian sebagai kesepakatan bersama para ulama terhadap suatu ketentuan syari’at pada masa waktu tertentu, setelah Rasulullah SAW wafat.

D.    CIRI-CIRI HUKUM ISLAM
Berdasarkan ruang lingkup Islam yang telah diuraikan , dapat ditentukan ciri-cirinya sebagai berikut.
1.      Hukum Islam adalah bagian dan bersumber dari ajaran agama Islam.
2.      Hukum Islam mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dicerai-pisahkan dengan iman dan kesusilaan atau akhlak Islam.
3.      Hukum Islam mempunyai istilah kunci, yaitu (a) syariah, dan (b) fikih. Syariah bersumber dari wahyu Allah dan sunnah Nabi Muhammad saw. Dan fikih adalah hasil pemahaman manusia bersumber dari nash-nash yang bersifat umum.
4.      Hukum Islam terdiri atas dua bidang utama, yaitu (1) hukum ibadah dan, dan (2) hukum muamalah dalam arti yang luas. Hukum ibadah bersifat tertutup karena telah sempurna dan hukum muamalah dalam arti luas bersifat terbuka untuk dikembangkan oleh manusia yang memenuhi syarat untuk itu dari masa ke masa.
5.      Hukum Islam mempunyai struktur yang berlapis-lapis seperti dalam bentuk bagan tangga bertingkat. Dalil alquran yang menjadi hukum dasar dan mendasari sunnah Nabi Muhammad saw. Dan lapisan-lapisan seterusnya ke bawah.
6.      Hukum Islam mendahulukan kewajiban dari hak, amal dari pahala.
7.      Hukum Islam dapat dibagi menjadi: (1) Hukum taklifi atau hukum taklif, yaitu Al-Ahkam Al-Khamsah yang terdiri atas lima kaidah jenis hukum, lima penggolongan hukum yaitu jaiz, sunnah, makruh, wajib, dan haram, dan (2) Hukum wadh’I, yaitu hukum yang mengandung sebab, syarat, halangan terjadi atau terwujudnya hubungan hukum.

E.     TINDAK PIDANA

Pengertian Tindak Pidana
Tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang merupakan sebab dari adanya pidana. Seseorang dipidana karena ia telah melakukan suatu perbuatan tindak pidana. Istilah tindak pidana ada beberapa macam, antara lain delik, perbuatan pidana, peristiwa pidana, pelanggaran pidana, perbuatan criminal, kejahatan dan sebagainya.
Tindak pidana (criminal art) dalam hukum pidana barat didefinisikan oleh simons, seorang ahli hukum pidana belanda, sebagai suatu perbuatan manusia yang diancam dengan pidana , melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Perbuatan tersebut bisa bermakna positif maupun negative, artinya ia bisa berupa berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, atau membiarkan.
Tindak pidana dalam hukum Islam dikenal dengan istilah jinayah dan jarimah, dimana keduanya memiliki pengertian yang sama. Para ahli hukum Islam sering menggunakan kata janayat untuk menyebut kejahatan. Janayat mengandung pengertian setiap kelakuan buruk yang dilakukan oleh seseorang.
Menurut Abdul Qadir ‘Audah tindak pidana dalam hukum Islam didefinisikan sebagai larangan-larangan hukum yang diberikan Allah, yang pelanggarannya membawa hukum yang ditentukan-Nya. Larangan hukum dapat berarti melakukan perbuatan yang dilarang atau tidak melakukan perbuatan yang diperintahkan.
Istilah yang lazim digunakan adalah kejahatan. Kejahatan merupakan perbuatan-perbuatan yang tercela. Sedangkan maksud dari tercela adalah apa yang dicela oleh pembuat syariat (yaitu Allah). Suatu perbuatan tidak dianggap sebagai kejahatan kecuali jika ditetapkan oleh syarak telah menetapkan suatu perbuatan adalah tercela, maka sudah pasti perbuatan itu disebut kejahatan, tanpa memandang lagi tingkat tercelanya. Syarak telah menetapkan perbuatan tercela sebagai dosa (daunub) yang harus dikenai sanksi. Jadi, substansi dari dosa adalah kejahatan.

F.     MACAM-MACAM TINDAK PIDANA
Berdasarkan tingkatan berat tidaknya , tindak pidana atau kejahatan dalam hukum pidana Islam telah dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu sebagai berikut.
1.      Tindak pidana hudud, meliputi khamr, zina, homoseksual, menuduh orang baik-baik melakukan zina, mencuri yang mencapai batas dikenai had potong tangan, merampok, memberontak, dan murtad.
2.      Tindak pidana jinayat, meliputi pembunuhan disengaja, pembunuhan tidak sengaja, penganiayaan, dan melukai organ tubuh.
3.      Tindak pidana ta’zir, meliputi semua tindak pidana yang tidak termasuk dalam tindak pidana hudud dan tindak pidana jinayat.
Selain ketiga jenis tindak pidana diatas, para ahli hukum Islam juga menggelompokkan tindak pidana berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Berdasarkan kriteria apa yang dilanggar, maka tindak pidana dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
1.      Jarimah iabiah, yaitu tindak pidana yang dilakukan karena melanggar larangan.
2.      Jarimah salabiah, yaitu tindak pidana yang dilakukan karena melnggar perintah.
Berdasarkan kriteria kesengajaan, tindak pidana dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu tindak pidan yang dilakukan dengan sengaja dan tindak pidan yang dilakukan tidak dengan sengaja. Sengaja berarti ada niat atau kehendak dari pelaku , melakukan sebuah tindak pidana atau kejahatan. Tidak dengan sengaja dapat berupa seseorang mengerjakan suatu perbuatan yang bukan termasuk tindak pidana, tetapi mengakibatkan tindak pidanatertentu diluar kehendaknya.
Berdasarkan kriteria kepastiannya, dibedakan menjadi dua macam. Pertama tindak pidana yang meyakinkan, karena diketemukan pada saat atau segera setelah terjadi. Kedua, tindak pidana yang meragukan, karena ditemukan lama setelah kejadian atau sulit untuk dibuktikan.
Berdasarkan hukuman yang akan dijatuhkan , maka tindak pidan dibagi menjadi tiga bagia, yaitu sebagai berikut.
1.      Tindak pidana yang diancam dengan hukuman had yang di dalamnya tidak mengandung ancaman hukum denda/kafarat. Jenis kejahatan dalam kategori ini dapat dicontohkan, seperti perzinaan, pencurian, meminum khamr, dan menuduh orang baik-baik bezina. Sanksi hukum tindak pidana ini cukup dengan hukuman had sesuai yang ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya, tidak perluditambah dengan men-ta’zirnya.
2.      Tindak pidana yang diancam dengan hukuman kafarat/denda yang didalamnya tidak mengandung ancaman hukuman had. Jenis kejahatan dalam kategori ini contohnya adalah menyetubuhi istri pada saat ihram atau disiang hari pada bulan Ramadhan. Sanksi denda terhadap kejahatan tersebut dipandang cukup.
3.      Tindak pidana yang sanksi hukumnya bukan had dan bukan kafarat . Jenis kejahatan dalam kategori ini seperti mencuri barang yang nilainya dibawah batas minimal pencurian barang yang berakibat dijatuhi hukuman potong tangan, bersumpah palsu dan memandang perempuan lain yang bukan mahramnya dengan penuh nafsu. Kejahatan dalam kategori ini menurut mayoritas para ulama dijatuhi hukuman ta’zir. Menurut Asy Syafi’I sifat hukuman tersebut bukan wajib, melainkan boleh.

1.      Tindak Pidana Hudud
Hudud atau had adalah pelarangan pengerjaan apa-apa yang dilarang Allah Azza wa Jalla. Had-had Allah adalah larangan-larangan Allah yang Dia perintahkan untuk dijauhi dan tidak didekati. Hudud bermakna sebagai syariat Allah dan larangan-Nya, sebagaimana firman Allah Taala:
Ayat
“Itulah hukum-hukum Allah, dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri”(Ath-Thalaaq [65] : 1) Ayat
“Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya” (Al-Baqarah [2] : 187)
Hudud menurut istilah adalah sanksi yang telah ditetapkan kadarnya oleh  Allah bagi suatu tindak kemaksiatan, untuk mencegah pada kemaksiatan, untuk mencegah pada kemaksiatan yang sama. Adapun tindak pidana hudud adalah perbuatan apa saja yang apabila dilakukan dapat dikenai sanksi hudud. Perbuatan-perbuatan yang sanksinya termasuk bagian hudud meliputi meminum khamr, zina, liwath (homoseksual), menuduh zina, mencuri, merampok, memberontak, dan murtad.

Ciri ciri tindak pidana Hudud
Tindak pidana hudud merupakan tindak pidana terberat dalam hukum pidana Islam. Dikatakan sebagai tindak pidana terberat, adalah karena tindak pidana ini menyangkut hak-hak Allah didalamnya. Artinya, apabila seseorang melakukan salah satu dari jenis tindak pidana hudud, maka ia telah melanggar satu dari sekian hak Allah kepada hamba-Nya.
Tindak pidana hudud memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1.      Kejahatan hudud merupakan pelanggaran terhadap hak Allah.
2.      Menyangkut kepentingan publik.
3.      Hukuman bagi pelakunya ditentukan oleh Allah, baik secara kualitas maupun kuantitas.
4.      Tidak ada tingkatan.
5.      Tidak dapat dibatalkan bila hukuman telah dilaksanakan.
6.      Tidak boleh ada keraguan sedikit pun.
7.      Jenisnya sudah ditentukan. Yaitu meminum khamr, zina, liwath(homoseksual), menuduh zina, mencuri, merampok, memberontak, dan murtad.

2.      Meminum Khamr
Had adalah pelanggaran penggerjaan apa yang dilarang Allah, dan diperintahkan untuk dijauhi (tidak didekati). Sedangkan khamr adalah segala apa pun yang memabukkan. Meminum khamr merupakan perbuatan yang melanggar hak Allah, karenanya ia termasuk bagian dari jenis tindak pidana hudud.
Meminum khamr dapat membuat seseorang menjadi mabuk atau menutupi (mengacaukan) akalnya. Oleh karena itu, hikmah pengharaman khamr adalah untuk menjaga kesehatan, akal, badan, dan harta orang muslim.
·         Hukum Meminum Khamr
Meminum khamr diharamkan berdasarkan berdasarkan firman Allah Taala dan hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salla. Allah Taala berfirman:
“Hai orang-orang yang berfirman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan Salat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu) (Al-Maidah [5]: 90-91).

3.      Berzina
Pengertian berzina dalam hukum pidana Islam tidak seperti apa yang dikemukakan dalam sistem hukum yang lain. Sistem hukum Barat menyebut zina sebagai perbuatan berhubungan antara laki-laki dan perempuan layaknya suami istri  dimana salah satu atau kedua-duanya sudah menikah. Pengertian tersebut terlalu sempit, sehingga dua orang lawan jenis yang berhubungan badan sementara keduanya belum menikah tidak disebut sebagai zina.\
Menurut sistem hukum Islam, zina adalah tindakan melakukan hubungan seksual yang diharamkan di kemaluan atau di dubur oleh dua orang yang bukan suami istri. Zina di dalam pengertian tersebut tidak terbatas pada orang yang sudah menikah saja, tetapi berlaku bagi siapa saja yang berhubungan badan sementara mereka bukan suami istri, baik sudah menikah atau belum. Siapa pun yang terbukti secara menyakinkan telah melakukan perzinaan, maka ia terkena had zina. Hanya saja, ada perbedaan hukuman yang akan dijatuhkan terhadap orang yang telah atau pernah menikah denga orang yang belum pernah menikah.
Islam mengharamkan segala bentuk perzinaan dan mengharamkan setiap perbuatan yang mendekati kea rah zina. Abu Bakar Jabir Al Jazairi menjelaskan diantara hikmah diharamkannya zina adalah sebagai berikut.
1. Untuk menjaga kesucian masyarakat Islam.
2.Melindungi kehormatan kaum muslimin dan kesucian diri mereka.
3.Mempertahankan kemuliaan mereka, menjaga kemuliaan nasab mereka, dan menjaga jiwa mereka.

·         Hukum Zina
Zina adalah salah satu dosa besar. Bahkan zina berada di jajaran terdepan dalam kelompok dosa-dosa besar, yaitu setelah dosa kekafiran, dosa kesyirikan, dan dosa pembunuhan. Zina diharamkan berdasarkan firman Allah dan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Taala berfirman:
 “Dan janganlah mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (Al-Israa’ [17]:32)
Zina yang paling besar adalah berzina dengan ibu, saudara kandung ibu tiri, dan semua wanita yang termasuk mahram. Sahabat Bara’ radhiyallahu’anhu ‘alaihi wa sallam meriwayatkan bahwa pamanya (saudara ibu) telah diutus oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menemuiseseorang yang telah berzina dengan ibu tirinya. Ia diperintahkan untuk membunuhnya dan menjadikan harta orang tersebut sebagai ghanimah (rampasan).

4.      Qadzaf
Menuduh seseorang telah berbuat zina merupakan suatu persoalan yang tidak bisa dianggap remeh. Jika seseorang menuduh orang lain telah berbuat zina, maka ia mempunyai kewajiban untuk membuktikannaya dengan cara menghadirkan empat orang saksi laki-laki yang adil. Apabila si penuduh tidak mampu membuktikan kebenaran tuduhannya, maka seorang qadhi (hakim) akan menjatuhi had kepadanya.
Qadzaf bermakna melempar tuduhan, yaitu menuduh seseorang yang suci telah melakukan perbuatan haram (zina) tanpa mampu membuktikan kebenaran tuduhannya. Sebaliknya, jika seseorang menuduh orang lain telah melakukan perbuatan haram dan ia mampu membuktikan kebenaran tuduhannya, maka yang demikian tidak temasuk qadzaf.
·         Hukum Qadzaf
Qadzaf temasuk bagian dari dosa besar. Hal ini ditegaskan dalam Alquran maupun As-sunnah yang mengabarkan adanya laknat Allah dan hukumannya yang berat terhadap pelaku qadzaf.
     Allah Taala Berfirman:
 “Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi berfirman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar. Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan” (An-Nuur [24]:23-24)

 “Dan orang-orang yang menuduh waniita baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik” (An-Nuur [4]:4)
Adz Dzahabi menjelaskan mengenai kedua ayat di atas, “Allah subhanahu wa Taala bahwa barang siapa menuduh wanita baik-baik, merdeka (bukan budak), dan menjaga diri mereka dari perbuatan zina serta perbuatan-perbuatan keji lainnya, maka ia akan mendapatkan laknat di akhirat serta azab yang besar. Selain itu, mereka mendapatkan hukuman 80 kali cambukan dunia dan kesaksiannya tidak akan diterima walaupun ia berlaku adil.”

5.      Liwath (Homoseksual)
Liwath atau biasa dikenal dengan istilah homseksual telah ada sejak zamannya Nabi Luth ‘alaihis sallam . Penduduk Sadum atau Sodom memiliki kebiasaan melakukan suatu pebuatan yang belum pernah dilakukan pada masa sebelumnya, yaitu sebagian besar laki-laki dari kamu itu melakukan hubungan dengan sesama laki-laki.
Allah Taala telah mengisahkan kaum Nbi Luth ‘alaihis sallam di beberapa tempat dalam Kitab-Nya , Allah Berfirman:
 “Maka tatkala dating azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan kami hujani mereka dengan batu yang terbakar dengan bertubi-tubi. Yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim (Huud [11]: 82-83)
·         Hukum Liwath
Liwath merupakan perbuatan yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Pelaku liwath akan mendapatkan laknat dari Allah dan siksaan yang pedih. Hal ini berdasarkan peringatan-peringatan yang diberikan oleh Allah Taala ‘alaihis salam. Banyak ayat didalam Alquran yang telah memperingatkan akan kemurkaan Allah terhadap para pelaku liwath.
Liwath merupakanperbuatan dosa yang ditakutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dapat menimpa kaum muslimin. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam  berdabda:
 “Sesuatu yang paling aku takutkan atas kalian adalah perbuatan yang dilakukan oleh kaum Luth”
Sistem hukum Islam melaknat dan melarang liwath (homoseksual), serta mengancam pelakunya dengan hukuman mati. Hal ini telah jelas ditetapkan berdasarkan Alquran, As Sunnah dan Ijmak para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Islam tidak mengenal toleransi terhadap pelaku homoseksual hanya disebabkan oleh alas an hak asasi manusia. Bagaimana Islam bisa memberikan kebebasan kepada pelaku liwath dengan alas an hak asasi manusia, sementara si pelaku telah melanggar hak Sang Pencipta dengan melakukan apa yang dilarang-Nya? Bukankah hak Allah adalah ditaati oleh semua mahluk?

6.      Saraqah (Mencuri)
Mencuri merupakan salah satu dari sekian daosa besar yang berakibat adanya had bagi pelakunya. Mencuri diartikan sebagai perbuatan mengambil harta dari pemiliknya atau wakilnya dengan cara sembunyi-sembunyi (tidak diketahui pemiliknya). Adapun merampas, merampok, menjambret, menipu atau mengkhianati bukan termasuk dari kategori mencuri dan orang tersebut tidak dikenai had potong tangan.
·         Hukum Mencuri
Mencuri merupakan salah satu dosa besar yang diharamkan oleh Allah dan Pelakunnya diancam dengan hadnpotong tangan. Hal ini berdasarkan firman Allah sebagai berikut.
 “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya  (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Al-Maidah [5]:38)
Mencuri merupakan perbuatan yang dilaknat oleh Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda:
 “Allah melaknat pencuri. Ia mencuri telur, kemudian tangannya dipotong”

7.      Muharibin (Perampok)
Hirabah atau merampok, merupakan salah satu kejahatan besar yang di dalamnya terhadap had Allah. Pelaku dari hirabah disebut dengan istilah muharibin . Mengenai hal ini, Allah Taala berfirman:
 “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat kerusakan dimuka bumi , hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai)suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar” (Al-Maidah [5]:3).
Pengertian Muharibin
Menurut Abu Bakr Jabir Al Jazairi, muharibin  adalah sekelompok orang yang mengangkat senjata didepan orang lain, kemudian menganggu jalan dengan menyergap para pejalan kaki, membunuh mereka, dan merampas harta mereka karena memiliki kekuatan. Atau dengan kata lain, muharibin adalah sekelompok orang yang berprofesi sebagai pembegal atau perampok.
Menurut ‘Abdul Qadir ‘Audah, muharibin adalah pelaku dari hirabah, yaitu tindakan-tindakan berikut.
1.Aksi kekerasan untuk merampas harta masyarakat dengan melakukan gangguan keamanan, sekalipun tidak jadi mengambil harta dan tidak melakuka pembunuhan.
2.Aksi kekerasan untuk merampas harta orang lain, tetapi mereka tidak melakuka pembunuhan.
3.Aksi kekerasan untuk merampas harta , tetapi ternyata mereka melakukan pembunuhan dan tidak jadi merampas harta.
4.Aksi kekerasan untuk merampas harta sekaligus melakukan pembunuhan.

8.      Bughat (Memberontak)
Pelaku bughat adalah sekelompok orang yang mempunyai kekuatan dan dengan kekuatannya berusaha keluar dari iman karena alas an tertentu. Mereka memberontak terhadap Negara , mengumumkan perang terhadap Daulah Islamiyah, dan menampakkan perlawanan melalui kekuatan senjata .
Alasan pelaku bughat mengadakan pemberontakan terhadap penguasa yang sah bisa terjadi karena salah satu diantara  beberapa hal berikut.
1.Mereka melakukan penakwilan terhadap agama, lalu jatuh dalam penyimpangan.
2.Mereka menggangap iman atau penguasa telah kafir, atau menilai curang, atau menggangap zalim, kemudian  mereka menjadi radikal, menolak taat kepada iman (penguasa), dan keluar darinya.
3.Mereka adalah pemuja hawa nafsu yang menginginkan kedudukan dan harta dunia, sehingga melakukan pemberontakan.


Hukum Pelaku Bughat
Pelaku bughat tetap dianggap sebagai orang yang berfirman, jika mereka masih dalam keadaan muslim. Bughat tidak mengeluarkan mereka dari keimanan Iman (penguasa) harus mengirimkan urusan untuk mengingatkan merekan. Jika mereka bertaubat, maka taubat mereka diterima dan mereka tidak diperangi. Jika mereka menolak bertaubat dan menghentikan penyerangan, maka mereka wajib diperangi.
Tidak dikatakan bughat manakala apa yang mereka kerjakan adalah sesuai dengan kaidah syar’I, dengan alas an penguasa telah menjadi kufur. Sebab, Islam memerintahkan kaum muslimin untuk memerangi penguasa jika terlihat kekufuran yang nyata dan memiliki bukti yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Allah.

9.      Murtad
Murtad adalah keluar dari agama Islam dan pindah ke agama lain, atau ia pindah ke sesuatu yang bukan agama. Murtad yang dapat kena had adalah murtad yang dilakukan oleh orang yang balig, berakal, bisa membedakan, dan sukarela atau tanpa paksaan.
Allah Taala berfirman:
”....Barang siapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya” (Al-Baqarah [2]:217).
Tobat dari seorang yang murtad bisa diterima manakala ia tidak mengulang –ulang kemurtadannya. Jika ternyata ia menggulang-ulang kemurtadannya, maka tobatnya tidak diterima. Mengenai Hal Ini, Allah Taala berfirman:
 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula), kemudian kafir lagi, kemudian brtambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus.”(An-Nisaa’ [4]: 137).
Seseorang yang sesuai dengan ayat diatas, yaitu berubah-ubah dari keimanan menjadi kafir, kemudian beriman lagi, lalu kafir lagi, maka taubatnya tidak akan diterima oleh Allah. Oleh karena itu, penguasa berhak menetapkan had bagi pelaku yang demikian dan menolak taubatnya.


10.  Zindiq
Zindiq adalah orang yang menampakkan dirinya Islam tetapi menyembunyikan kekafirannya, seperti orang yang mengingkari sebagian risalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau mengingkari hari kiamat. Mereka tidak bisa mengungkapkan itu semua dengan terang-terangan karena takut atau lemah. Jika mereka dalam posisi kuat, pasti mereka akan memusuhi Islam secara terang-terangan.
Hukum zindiq adalah ia dibunuh karena had. Sebagian ulama berpendapat bahwa ia disuruh bertobat , jika ia bertobat maka tobatnya diterima , dan jika tidak mau bertobat maka ia dibunuh karena had. Jika ia bertobat, maka ia harus mengakui apa yang tadinya ia ingkari, ditambah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, dan memohon ampun atas dosanya. Hukum pelaku zindiq yang enggan bertobat dan ia kemudian dibunuh, maka setelah kematiannya sama sebagaimana orang murtad, yaitu tidak dimandikan , tidak disalati, tidak dikubur di pemakaman muslim, dan tidak diwarisi.

11.  Penyihir
Penyihir adalah orang yang berhubungan dengan sihir dan menjalankannya. Sihir merupakan suatu perbuatan yang kufur terhadap Allah atau setidak-tidaknya mendekati kufur kepada-Nya.
Hukuman bagi penyihir adalah dibunuh karena had, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 “Had penyihir adalah pukulan dengan pedang.”
Hadis diatas diriwayatkan oleh Ar Tirmidzi dan Daruquthni, termasuk dalam kategori hadis dhaif (lemah), tetapi hadis tersebut diamalkan. Generasi sahabat, tabiin, Iman Malik, Syafi’I, dan Ahmad menjadikannya sebagai hujjah.
Bajalah bin ‘Abdah berkata, “Telah sampai kepada kami surat dari Umar setahun sebelum ia wafat, yang isinya, ‘Hendaklah kalian membunuh semua penyihir: laki-laki dan perempuan”.

12.  Orang yang meninggalkan Salat dan Zakat
Orang yang meninggalkan salat dan zakat di sini diartikan sebagai siapa pun darikaum muslimin yang tidak mengerjakan salat lima waktu dan atau tidak membayar zakat karena melecehkan atau mengingkari perintah salat. Hal yang demikian membuatnya menjadi kafir dan ia dibunuh karena had.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat dan menunaikan zakat. Jika mereka mengerjakan hal tersebut, maka darah dan harta mereka terlindungi dariku, kecuali dengan hak Islam.”
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu ketika menjabat sebagai khalifah juga telah memerangi orang-orang yang menolak membayar zakat. Pada saat itu, Umar menolak pendapat Abu Bakar memerangi orang yang enggan membayar zakat, tetapi kemudian Abu Bakar menjelaskan dan Umar menerima penjelasan tersebut sehingga sepakat bahwa orang yang enggan membayar zakat wajib diperangi. Hal ini berlaku jika mereka enggan untuk bertaubat.

G.    TINDAK PIDANA JINAYAT
Pengertian Jinayat
Jinayat adalah bentuk jamak (plural) dari jinayah. Menurut bahasa, jinayat bermakna penganiayaan terhadap badan, harta, atau jiwa. Sedangkan menurut istilah , jinayat pelanggaran terhadap badan yang di dalamnya diwajibkan kisas atau diyat. Jinayat juga bermakna sanksi-sanksi yang dijatuhkan atas penganiayaan atas badan. Dengan demikian, tindak penganiayaan itu sendiri dan sanksi yang dijatuhkan atas penganiayaan badan disebut dengan jinayat.
Jinayat secara garis besar dibedakan menjadi dua kategori, yaitu sebagai berikut.
1.Jinayat terhadap jiwa, yaitu pelanggaran terhadap seseorang dengan menghilangkan nyawa, baik sengaja maupun tidak sengaja.
2.Jinayat terhadap organ tubuh, yaitu pelanggaran terhadap seseorang dengan merusak salah satu orgam tubuhnya, atau melukai salah satu badannya, baik sengaja maupun tidak sengaja.

Ciri-ciri Tindak Pidana Jinayat
Tindak pidana jinayat sebagaimana tindak pidana hudud, merupakan tindak pidana yang secara khusus ditetapkan jenis dan ketentuannya sanksinya. Tindak pidana jinayat memiliki cir-ciri khusus sebagai berikut.
1.Sasaran dari tindak pidana jinayat adalah jiwa atau integritas tubuh manusia, baik sengaja atau tidak sengaja.
2.Jenisnya telah ditentukan, yaitu pembunuhan dalam sengaja bentuknya dan penganiayaan dengan segala tipenya, baik sengaja atau tidak sengaja.
3.Tidak diperkenankan adanya keraguan dalam menjatuhkan sanksi.
4.Hukumannya berupa memberikan penderitaan yang seimbang dari bahaya jiwa atau tubuh terhadap orang yang melakukan oleh korban atau keluarganya. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan efek balas dendam yang lebih besar.
5.Hukuman telah ditetapkan, yaitu kisas atau diyat.

1.      Pembunuhan Semi Sengaja
Pembunuhan semi sengaja adalah tindakan seseorang secara sengaja ingin melakukan jinayat terhadap orang muslim, tetapi ia tidak bermaksud membunuhnya, kemudian orang muslim tersebut meninggal dunia. Bisa jadi pelakunya bermaksud hanya ingin memberi pelajaran, atau sedikit melukai, atau siksaan dengan alat atau tindakan yang pada umumnya tidak bisa membunuh seseorang, tetapi ternyata orang yang menjadi sasarannya meninggal dunia.
Pelaku pembunuhan dalam jenis ini memiliki kesengajaan untuk melakukan tindakan tertentu,tetapi dia tidak memiliki niat atau kehendak untuk membunuh. Misalnya, seseorang memukul orang muslim dengan tongkat sederhana yang biasanya tidak bisa membunuh orang, atau menamparnya dengan tangan, atau menyeruduk dengan kepala, atau menendang dengan kaki, atau berteriak keras di depannya, atau hanya sekedar mengancam, kemudian orang muslim tersenut meninggal.
Ciri khusus pembunuhan semi sengaja adalah adanya unsur sengaja dan ketidaksengajaan . Unsur sengaja dapat ditemui pada kesengajaan tindakan pelakunya untuk melakukan suatu perbuatan tertentu yang ditujukan pada orang lain, tetapi tidak berniat membunuh. Sedangkan unsur ketidak sengajaan dapat dilihat dari tidak adanya niat atau kehendak pelaku untuk membunuh orang lain, tetapi orang itu meninggal dunia.

2.      Pembunuhan Tidak Disengaja
Pembunuhan tidak disengaja adalah suatu tindakan seseorang mengerjakan suatu perbuatan yang memang boleh dikerjakan , tetapi kemudian terjadi suatu hal di luar kendalinya yang menyebabkan matinya seseorang. Contohnya, seseorang sedang memotong daging hewan, kemudian alatnya lepas mengenai orang lain dan menyebabkan orang itu meninggal dunia, atau seorang menembak burung, tetapi mengenai orang lain dan meninggal dunia.        
Menurut Abdurrahman Al Maliki, pembunuhan tidak disengaja terdapat dua bentuk. Pertama, pelaku melakukan perbuatan yang ia sendiri tidak bermaksud menimpakan perbuatan itu kepada pihak yang terbunuh, tetapi menimpa orang tersebut dan membunuhnya. Misalnya, seseorang memundurkan mobil dan ternyata menabrak orang lain yang ada di belakang mobil, kemudian orang yang tertabrak itu mati. Kedua, pelaku membunuh seseorang di negeri kafir yang ia menyangka orang yang dibunuhnya adalah seorang kafir harby, tetapi ternyata orang yang ia bunuh adalah seorang muslim, tetapi menyembunyikan keislamannya. Pembunuhan semacam ini termasuk jenis pembunuhan tidak disengaja.

3.      Jinayat Terhadap Tubuh
Jinayat terhadap tubuh adalah jinayat atas salah satu organ dari tubuh manusia atau atas tulang dari tulang-tulang tubuh manusia, dengan sebuah pelukaan. Para ahli fikih menetapkan berlakunya kisas selain pada jiwa, yaitu pada organ-organ tubuh manusia.
   Allah Taala berfirman:
Ayat
“Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat)bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun)ada kisasnya….”(Al-Maidah [5]:45).
Jinayat terhadap tubuh dikelompokkan menjadi empat kategori besar yaitu sebagai berikut.
1.Jinayat yang menimbulkan diyat penuh.
2.Jinayat yang menimbulkan diyat separuh
3.Jinayat yang menyebabkan syijaj (luka di kepala)
4.Jinayat yang menyebabkan Jirah (luka selain di kepala)

4.      Jinayat Menimbulkan Diyat Penuh
Jinayat terhadap anggota tubuh yang dapat menimbulkan diyat penuh apabila terjadi pada hal-hal berkut.
1.Hilangnya akal.
2.Hilangnya pendengaran karena kedua telinga dihilangkan.
3.Hilangnya penglihatan karena kedua mata dirusak.
4.Hilangnya suara karena lidah atau dua bibir di potong.
5.Hilangnya daya cium karena hidung dipotong.
6.Hilangnya kemampuan melakukan hubungan seksual, karena kemaluan dirusak.
7.Hilangnya kedua tangan atau kedua kaki.
8.Hilangnya kemampuan untuk berdiri, atau duduk, karena tulang punggung diremukkan.

5.      Jinayat yang Menimbulkan Diyat Separuh
Jinayat terhadap anggota tubuh dapat menimbulkan diyat separuh apabila terjadi pada hal-hal berikut.
1.Salah satu dari dua mata.
2.Salah satu dari dua telinga.
3.Salah satu dari dua tangan.
4.Salah satu dari dua bibir
5.Salah satu dari dua pantat.
6.Salah satu dari dua alis.
7.Salah satu dari dua payudara wanita.

6.      Jinayat yang Menyebabkan Syijjaj
Jinayat jenis ini adalah dikhususkan bagi perbuatan yang mengakibatkan syijjaj. Syijjaj adalah luka di kepala tau di wajah. Menurut generasi salaf, syijjaj ada sepuluh macam, lima diantaranya telah dijelaskan diyat-nya oleh Pembuat syariat, dan lima lainnya tidak dijelaskan diyat-nya.
Lima macam jenis syijjaj yang diyat-nya oleh Pembuat syariat, meliputi hal-hal berikut.
1.Mudhihah, yaitu luka yang membuat tulang terlihat.
2.Hasyimah, yaitu luka yang meremukkan tulang.
3.Munqilah, yaitu luka yang memindahkan tulang dari tempat aslinya.
4.Ma’mumah, yaitu luka yang menembus kulit otak.
5.Damighah, yaitu luka yang merobek kulit otak.
Lima macam jenis syijjaj dan diyat-nya belum ditetapkan oleh Pembuat syariat, meliputi hal-hal berikut.
1.Harishah, yaitu luka yang agak merobek kulit dan tidak membuatnya berdarah.
2.Damiyah, yaitu luka yang membuat kulit berdarah.
3.Badzi’ah, yaitu luka yang membelah kulit.
4.Mutalahimah, yaitu luka yang menembus daging.
5.Simhaq, yaitu luka yang nyaris menembus tulang jika tidak ada kulit tipis.

7.      Jinayat yang Menyebabkan Jirah
Jirah merupakan luka yang terjadi di selain wajah atau kepala. Berdasarkan diyat-nya, maka jirah dibedakan menjadi hal-hal berikut.
1.Luka yang menembus perut.
2.Luka yang membuat tulang rusuk patah.
3.Pematahan lengan, atau tulang betis, atau tulang pergelangan tangan.
4.Selain dari ketiga jenis di atas.

Pembuktian Jinayat
Jinayat harus dapat dibuktikan secara meyakinkan tanpa ada keraguan sedikitpun. Pembuktian jinayat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1.Jika jinayat terhadap organ tubuh (bukan pembunuhan),maka jinayat terbukti dengan salah satu dari dua hal, pengakuan pelaku dan atau kesaksian dua orang yang adil.
2.Jika jinayat terhadap jiwa, maka jinayat terbukti dengan pengakuan pembunuh, atau kesaksian dua orang yang adil, atau dengan muqasamah jika di dalamnya terdapat lauts, yaitu permusuhan yang nyata antara korban dan tertuduh.

H.    PENGERTIAN TA’ZIR
Secara bahasa, ta’zir bermakna al-Man’u artinya pencegahan. Menurut istilah, ta’zir bermakna at-Ta’dib (pendidikan) dan at-Tankil (pengekangan). Adapun definisi ta’zir secara syar’I adalah sanksi yang ditetapkan atas tindakan maksiat yang di dalamnya tidak ada had dan kifarat.
Menurut Abu Bakr Jabir Al Jazairi, ta’zir adalah sanksi disiplin dengan pemukulan, atau penghinaan, atau embargo, atau pengasingan. Hanya saja, sebagian ulama memasukkan hukuman mati bagi kasus tertentu dalam tindak pidana ta’zir.
Ta’zir telah ditetapkan bagi setiap pelanggaran yang syar’i, selain dari kejahatan hudud dan kejahatan jinayat. Semua yang belum ditetapkan kadar sanksinya oleh syar’i, maka sanksinya diserahkan kepada penguasa untuk menetapkan jenis sanksinya.
Ulama sepakat menetapkan bahwa ta’zir meliputi semua kejahatan yang tidak diancam dengan hukuman hudud dan bukan pula termasuk jenis jinayat. Hukuman ta’zir diterapkan pada dua kejahatan, yaitu kejahatan meninggalkan kewajiban atau kejahatan melanggar larangan.

Ciri-ciri Tindak Pidan Ta’zir
Tindak pidana ta’zir merupakan tindak pidana yang paling luas cakupannya, yaitu pelanggaran atau kemaksiatan apa saja selain hudud dan jinayat.
1.Landasan dan ketentuan hukumnya didasarkan pada ijimak.
2.Mencakup semua bentuk kejahatan/kemaksiatan selain hudud dan kisas.
3.Pada umumnya ta’zir terjadi pada kasus-kasus yang belum ditetapkan ukuran sanksinya oleh syarak, meskipun jenis sanksinya telah tersedia.
4.Hukuman ditetapkan oleh penguasa atau qadhi (hakim).
5.Didasari pada ketentuan umum syariat Islam dan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.

Klasifikasi Tindak Pidan Ta’zir
Secara umum tindak pidana ta’zir terbagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
1.Tindak pidana hudud dan tindak pidana kisas yang syubhat, atau tidak jelas, atau tidak memenuhi syarat, tetapi merupakan maksiat. Contohnya percobaan pencurian, percobaan perzinaan, pencurian dalam keluarga, dan lain-lain.
2.Tindak pidana atau kemaksiatan yang ditentukan oleh Alquran dan hadis, tetapi tidak ditentukan sanksinya. Contohnya penghinaan, saksi palsu, tidak melaksanakan amanah, makan babi, mengurangi timbangan, riba, dan sebagainya.
3.Berbagai tindak pidana atau kemaksiatan yang ditentukan oleh ulil amri (penguasa) berdasarkan ajaran Islam demi kemashlahatan umum. Contohnya pelanggaran terhadap berbagai peraturan penguasa yang telah ditetapkan berdasarkan ajaran Islam, korupsi, kejahatan ekonomi, dan lain sebagainya.
Berdasarkan pelanggarannya, maka tindak pidana ta’zir terbagi menjadi tujuh kelompok, yaitu sebagai berikut.
1.Pelanggaran terhadap kehormatan, diantaranya:
a.       Perbuatan-perbuatan yang melanggar kesusilaan.
b.      Perbuatan-perbuatan yang melanggar kesopanan.
c.       Perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan suami istri,
d.      Penculikan.
2.Pelanggaran terhadap kemuliaan, diantaranya:
a.       Tuduhan-tuduhan palsu.
b.      Pencemaran nama baik.
c.       Penghinaan, hujatan, dan celaan.
3.Perbuatan yang merusak akal, di antaranya:
a.       Perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan sesuatu yang dapat merusak akal, seperti menjual, membeli, membuat, dan mengedarkan atau mengkomposisikan minuman khamr, narkotika, psikotropika, dan sejenisnya.
b.      Menjual bahan-bahan tertentu, seperti anggur, gandum, atau apapun dengan maksud untuk dibuat khamr oleh pembelinya.
4.Pelanggaran terhadap harta, di antaranya:
a.       Penipuan dalam maslah muamalat.
b.      Kecurangan dalam perdagangan.
c.       Ghasab (meminjam tanpa izin).
d.      Pengkhianatan terhadap amanah harta.
5.Gangguan keamanan, diantaranya:
a.       Berbagai gangguan keamanan terhadap orang lain, selain dalam perkara hudud dan kisas.
b.      Menteror, mengancam, atau menakut-nakuti orang lain.
c.       Penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan untuk dirinyasendiri dan merugikan orang lain.
6.Subversi/gangguan terhadap keamanan Negara, diantaranya:
a.       Makar, yang tidak melalui pemberontakan.
b.      Spionase (mata-mata).
c.       Membocorkan rahasia Negara.
7.Perbuatan yang berhubungan dengan agama.
a.       Menyebarkan ideology dan pemikiran kufur.
b.      Mencela salah satu dari risalah Islam, baik melalui lisan maupun tulisan.
c.       Pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan syariat, seperti meninggalkan salat, terlambat membayar zakat, berbuka puasa siang hari dibulan Ramadhan tanpa uzur.
Jenis tindak pidana ta’zir tidak hanya terbatas pada macam-macam tindak pidana di atas. Ta’zir sangat luas dan elastis, sehingga perbuatan apa pun (selain hudud dan jinnayat) yang menyebabkan pelanggaran terhadap agama, atau terhadap penguasa, atau terhadap masyarakat, atau terhadap perorangan, maka dapat dikategorikan sebagai kejahatan ta’zir.

I.       TUJUAN HUKUM PIDANA ISLAM
Tujuan hukum pada umumnya adalah menegakkan keadilan berdasarkan kemauan pencipta manusia sehingga terwujud ketertiban dan ketentraman masyarakat.
Namun bila tujuan hukum Islam dilihat dari ketetapan hukum yang dibuat oleh Allah dan Nabi Muhammad, baik yang  termuat di dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits, yaitu untuk kebahagiaan hidup manusia didunia dan akhirat kelak, dengan jalan mengambil segala yang bermanfaat dan mencegah  serta menolak segala yang tidak berguna kepada kehidupan manusia. Dengan kata lain tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia baik jasmani maupun rohani individu dan masyarakat. Kemaslahatan dimaksud, dirumuskan oleh Abu Ishak Asy-Syathibi dan disepakati oleh ahli hukum Islam lainnya seperti yang telah dikutip oleh H.Hakam Haq, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

J.      PERBANDINGAN HUKUM PIDANA ISLAM DENGAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA
Hukum pidana yang berlaku di Indonesia hingga kini merupakan peninggalan penjajahan Belanda yang dilandasi oleh falsafah yang berbeda dengan falsafah yang dianut bangsa Indonesia, seperti mengutamakan kebebasan, menonjolkan hak-hak individu, dan kurang berhubungan dengan moralitas.
Ancaman pidana yang dijatuhkan oleh para hakim di sidang pengadilan seringkali tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat, khususnya korban kejahatan dan keluarganya. Berbagai kejahatan dengan kekerasan seperti perampokan, pencurian, pembunuhan, perkosaan, penganiayaan yang setiap hari terjadi di depan mata masyarakat hanya diganjar hukuman ringan. Ditambah dengan faktor krisis multidimensi dan lemahnya penegakan hukum, masyarakat yang terhimpit berbagai beban bangkit melakukan perlawanan secara masal terhadap berbagai macam kejahatan tadi dan akibatnya sering sangat fatal.
Hukum pidana Islam ditandai oleh kuatnya celupan (shibgah) keagamaan. Dengan demikian ketaatan seorang muslim pada hukum ini bukan atas dasar ketakutan, tetapi atas  dasar kesadaran iman. Dengan demikian menjalankan atau menegakkan hukum ini dalam pandangan seorang muslim merupakan bagian dari keislaman yang total, hukum ini juga berfungsi menjaga nilai-nilai moral (akhlak) karena hukum diturunkan dan sanksi dijatuhkan untuk menjaga akhlak manusia.
Dalam Hukum Pidana Positif di indonesia yang menjadi perbedaan adalah bahwa tidak dapat dilakukan damai secara hukum antara keluarga pihak yang dibunuh dan orang yang membunuh. Jadi walaupun ada perdamaian antara kedua belah belah pihak proses pidananya tetap berjalan. Dalam hukum pidana positif di indonesia tidak dikenal damai yang menggugurkan proses pidana kecuali untuk kasus yang memuat delik aduan, seperti kasus pencurian dalam keluarga dan kasus perzinahan atau perselingkuhan bagi suami/istri. Delik aduan dapat dicabut kembali apabila pihak yang mengadukan tindakan pidana tersebut mencabutnya.
Perbedaannya dalam hukum pidana islam berlaku Qishaash dan Dziyat, sementara dalam hukum positif di indonesia yang di berlakukan adalah pidana penjara, kurungan, denda seperti pidana mati dan seumur hidup.
Sementara itu dalam kasus pidana positif yang berlaku di indonesia tidak berlaku perdamaian secara hukum bila terjadi perbuatan melawan hukum yang melanggar kejahatan.

  
BAB III
KESIMPULAN
Hukum pidana Islam adalah bagian dari hukum Islam, jadi sumber-sumber hukumnya di ambil dari al-Qur’an, as-Sunnah/al-Hadits, Ijma’ da Qiyas. Tapi dalam hukum material Qias masih di perseslisihkan, bahkan ada satu pendapat bahwa Qias tidak di masukkan dalam sumber-sumber hukum Islam.
Al-Qur’an adalah sumber hukum ajaran islam yang pertama yang memuat kumpulan beberapa wahyu yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. Diantaranya kandungan isinya ialah peraturan kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah, dengan dirinya sendiri, sesama manusia dan hubungannya dengan alam beserta makhluk lainnya.
Al-Sunnah atau al-Hadits adalah segala sesuatu yang datang dari nabi saw selain al-Qur’an, baik berupa perkataan, perbuatan atau taqrir. Yang mana al-sunnah merupakan dalil penguat dari Al-qur’an apabila dalam Al-qur’an tidak ditemukan dalilnya.
Ijma’ merupakan kesepakatan atau kebulatan para Mujtahid Islam dalam suatu masa. Setelah wafatnya nabi saw tentang suatu hukum syara’ yang amali. Qiyas juga sebagai sumber pidana Islam. Yang mana secara pengertian Qiyas adalah mempersamakan hukum peristiwa yang belum ada ketentuannya dengan hukuman peristiwa yang sudah ada ketentuannya, karena antara kedua peristiwa tersebut terdapat segi-segi persamaan.
  
DAFTAR PUSTAKA
 Alfruq, Asdulloh. 2009 Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam. Bogor: Galia Indonesia.

Ali, Zaenudin. 2007 Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika